JT BERDALIL BUKAN PADA TEMPATNYA
Pada hal 6 penulis berkata : “PAHAM
KAN ANTUM? Bahwa 4 bulan, 40 hari, 3 hari itu cuma metode artinya suatu
saat bisa berubah dan boleh dilanggar. Walaupun sebenarnya saya bisa
kasih dalil-dalilnya sam antum kalau antum memerlukannya. OK
Dalil yang dimaksud oleh penulis disebutkan di halaman 49 – 53 semuanya dari perkataan Umar bin Khaththab radhiallahu anhu kemudian penulis menutupnya dengan hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam dari Al Irbadh bin Sariyyah dalam riwayar Ibnu Majah dan Abu Daud bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam bersabda, “atas kamu wajib sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin al mahdiyyin. Gigitlah dengan gerahammu”
Jawaban :
Mari kita lihat apakah penulis jujur dengar perkataannya.
1. Pada
bagian sebelumnya dia menjelaskan bahwa itu hanya metode LIDDIEN untuk
membawa orang kepada agama, tapi ternyata ada dalilnya jadi itu adalah
FIDDIEN menurut istilah penulis sementara saya sendiri tidak melihat
perbedaan yang signifikan kecuali permainan kata-kata dari penulis.
Sebab
apa-apa yang FIDDIEN maka tentu tujuannya adalah untuk agama itu juga
atau LIDDIEN. Dan apa-apa yang untuk agama atau LIDDIEN maka itu masuk
bagian dari agama.
2. Jadi
membingungkan bagaimana caranya penulis mengkategorikan sesuatu sebagai
LIDDIEN dan FIDDIEN. Karena sesuatu yang dia kategorikan sebagai
LIDDIEN dengan perkataannya cuma metode artinya suatu saat bisa berubah dan boleh dilanggar ternyata
ada dalilnya, jadi itu adalah FIDDIEN karena yang berdalil itu adalah
FIDDIEN. Yang semakin menguatkan bahwa menurutnya metode da’wah itu
bukan bagian dari agama karena boleh saja dilanggar karena kalau dari
agama tentu tidak boleh dilanggar. Tapi ternyata ada dalilnya yang
sekali lagi berarti itu bagian dari agama sebagaimana telah kita
jelaskan bahwa da’wah adalah ibadah dan ibadah itu harus ada tuntunan
dan dalilnya. Jadi bagi penulis sah-sah saja melanggar bagian dari agama.
Allah Ta’ala berfirman :
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Artinya : “hendaklah berhati-hati orang-orang
yang menyelisihi urusannya (Rasulullah) akan ditimpahkan kepada mereka
fitnah atau ditimpahkan adzab yang pedih”
3. Bukti
bahwa mereka telah melanggar aturan agama adalah bahwa dalil yang
penulis bawakan telah mereka langgar sendiri. Pada hal 53 dia
menyebutkan perkataan umar, “Aku tidak akanmenyuruh pasukan tentara keluar lebih dari tempuh ini.” Maksudnya lebih dari 6 atau empat bulan. Sementara di halaman 8 – 9 penulis berkata, “bahkan
di Pakistan 7 bulan setiap tahun. Ustadz jangan kaget di Pakistan ada
jama’ah pergi tasykil maka tak tahu mau pulang kapan.Maka sekarang saya kembalikan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam, atas kamu wajib sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin al mahdiyyin. Gigitlah dengan gerahammu”sementara Jama’ah Tabligh telah melanggar sunnahnya Umar bin Khaththabkarena telah keluar 7 bulan bahkan lebih sementara Umar membatasi maksimal 6 bulan[1].
4. Pertanyaan
berikutnya adalah bahwa di antara sunnah Rasulullah adalah mendakwahkan
Tauhid dan menjelaskan dan melarang dari kesyrikan, bahkan inilah inti
da’wah dari seluruh Rasul –‘alaihimush-shalatu wassalam - yang di utus, apakah JT melakukannya? Bahkan mereka lari sejauh-jauhnya darinya.
5. Dalil
di atas tidaklah cocok dengan kondisi JT sekarang karena fokus
pembicaraan Umar adalah dalam kondisi perang, yang mana sahabat keluar
untuk berperang, sementara kalian sendiri para karkun, siapa yang
mewajibkan kalian untuk keluar berda’wah dalam keadaan tanpa ilmu.
Saya kembalikan ayat yang dinukil penulis di halaman 23 yaitu surat Yusuf ayat 108,
Katakanlah:
“Inilah jalan (agama) ku, Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak
(kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan Aku
tiada termasuk orang-orang yang musyrik”.[2]
Ayat di atas yang dipakai berdalil justru menghantam kalian sendiri. Berdakwah itu harus dengan hujjah yang nyata atau bashirah
yang artinya ilmu yang cukup dan pemahaman yang benar sementara kalian
para karkun, wara-wiri keliling mesjid hanya berbekal kompor dan selimut
tanpa ilmu, bahkan ilmu tentang tata cara shalat yang benar sesuai
tuntunan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wasallam, saja antum gak tahu. Bagaimana mau tahu, baru satu hari bertobat dari zina, mabuk dan judi tapi begitu masuk JT , simsalabim langsung jadi ustadz, ini baru yang namanya AJIB…?!?!?!?!?!?[3]
6. Nah
sekarang saya tanya, dalam kondisi damai siapakah sahabat yang
wara-wara keliling mesjid selama 40 hari atau 4 bulan dan ngajakin orang
shalat, sambil nenteng kompor, panci atau manggul tas berisi selimut
sama Kitab atau shahifah yang berisi banyak kedustaan atas nama
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam dan para sahabatnya serta imam kaum muslimin yang berjudul Fadhailul A’mal ataupun Hayatussh-Shahabah.
7. Siapakah
di antara para sahabat yang keluar berjama’ah atau bahkan
sendiri-sendiri meninggalkan madinah dan hanya menda’wahkan ilmu fadhail
semisal kalian atau kerjanya HANYA mengajak kaum muslimin untuk keluar shalat semisal yang kalian lakukan kemudian HANYA menyampaikan fadhilah ini dan fadhilah itu tanpa mengajarkan FIQIHnya , bahkan mereka mengajarkan AQIDAH dan FIQIH sebab semua keutamaan amalan yang disebutkan dalam hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wasallam yang
shahih tidak akan bisa digapai dengan paripurna kecuali dibangun di
atas AQIDAH dan FIQIH (Ibadah dan Mu’amalah yang sesuai dengan tuntunan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam ) yang benar. Dan AQIDAH serta FIQIH yang benar hanya bisa diketahui dengan MENUNTUT ILMU. Jama’ah
Tabligh menda’wahkan Shalat, tapi pernahkah mereka mempelajari FIQIH
SHALAT yang benar, lantas bagaimana mungkin fadhilah shalat itu mereka
gapai secara sempurna jika tidak dilaksanakan sesuai Fiqih yang benar
atau tuntunan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wasallam yang benar. Bukankah beliau Shallallahu ‘Alaihi wasallam bersabda : “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat,” dan itu hanya bias diketahui –sekali lagi- dengan mempelajari FIQIH, ilmu yang mereka jauhi sejauh-sejauhnya.
[1]
Pembahasan ini bukan berarti bahwa aturan ‘umar itu berlaku secara
absolute, sebab ada di kalangan ‘ulamayang keluar menuntut ilmu dengan
meninggalkan seorang anak yang masih dalam kandungan dan dia tidak
pernah kembali sampai anaknya sendiri –yang telah menjelang usia remaja-
yang dating mencarinya. Pembahasan di atas dikemukakan hanyalah sebagai
bantahan buat mereka yang telah berdalil bukan pada tempatnya.
[3] Sekedar meminjam istilah penulis yang menggunakan kata AJIB ketika mencela salafiyyun
http://aboeshafiyyah.wordpress.com/
http://aboeshafiyyah.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar