Senin, 17 Juni 2013

Dialog Dengan JT Bag 7

JT TIDAK FAHAM MAKNA BID'AH

JT : Salafy selalu teriak-teriak agar menjauhi bid’ah padahal mereka sendiri berbuat bid’ah. Ini namanya maling teriak maling.
STI : (bingung) mana buktinya?
JT : berda’wah pakai radio, selebaran dan internet apa itu bukan super bid’ah namanya terus gak mau datangin orang lagi.[1]
STI : (tersenyum) ooo, itu toh, tapi apa sampean ngerti bid’ah itu apa sampai antum nuduh salafy berbuat bid’ah?
JT : Bid’ah ya bid’ah.
STI : iya tapi bid’ah itu artinya apa to mas?
JT : (mikir terus tersenyum karena dapat jawabannya menurut dia) bid’ah itu artinya sesuatu yang baru.
STI : jadi dulu karena Radio belum ada terus ada makanya bid’ah, internet belum ada jadi bid’ah juga, gitu ya mas?
JT : iya, gimana sih, tadi panggil antum, terus sampean sekarang panggil mas. Pokoknya bid’ah itu seperti yang antum sebut.
STI : hanya sebatas itu?
JT : Iya.
STI : jadi kalau begitu abang – ana panggil abang ya? – nuduh sahabat juga berbuat bid’ah dunk.
JT : ya nggak lah, sahabat nggak mungkin berbuat bid’ah.
STI : waktu Nabi shallallahu ‘alaihi wa salllam masih hidup beliau gak pernah perang gunain kapal laut, tapi waktu beliau meninggal para sahabat naklukin Ciprus melalui kapal laut.
JT : nah kan, sahabat aja bikin cara baru dalam berda’wah.
STI : tadi kan katanya sahabat gak mungkin berbuat bid’ah, kok sekarang berubah
JT : Ya itu namanya bid’ah hasanah
STI : tapi Ibnu ‘Umar dan Hudzaifah bilang, “setiap bid’ah itu sesat walaupun semua manusia menganggapnya hasanah.” Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa salllam  bersabda, setiap bid’ah itu sesat. Jadi gak ada itu namanya bid’ah hasanah, kalau ada yang bilang ada bid’ah hasanah berarti dia adalah orang sangat lancang terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salllam.
JT : tapi…tapi…buktinya
STI : buktinya apa? makanya biar ta’ jelasin ya kang.
Bid’ah itu memiliki dua pengertian, secara bahasa dan secara istilah. Bid’ah secara bahasa artinya sesuatu yang dibuat pertama kali dan belum ada contoh sebelumnya. Penggunaannya lihat surat Al Baqarah ayat 117 dan Al An An’am ayat 101.
Kemudian bid’ah secara istilah atau secara syariat disebutkan oleh Al Imam Asy Syatibi bahwa : “bid’ah adalah suatu ungkapan (istilah) akan jalan (cara) dalam agama yang di ada-adakan yang menyerupai syariat, tujuannya adalah bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah subhanahu
Jadi nanti disebut bid’ah jika disandarkan ke agama, adapun kalau perkara dunia semata seperti buat alat transportasi maka itu tidak teranggap bid’ah secara syariat.
Atau bid’ah itu tampak secara zhahir sebagai bagian dari syariat namun hakekatnya ia berbeda dengan syariat dari beberapa sisi, di antaranya : 1. menentukan tata cara tertentu yang tidak ada dalilnya 2 .menentukan waktu-waktu tertentu di saat beribadah.[2]
Antum sudah paham ?
JT : iya tapi kan artinya sahabat juga menggunakan sarana bid’ah buat berda’wah dengan kapal melakukan jihad.
STI : kok balik lagi, baiklah sekarang perhatikan, yang pertama penggunaan kapal laut adalah bid’ah jika ditinjau dari sisi bahasa adapun secara syar’i ternyata tidak karena ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salllam telah mengisyaratkan akan hal itu yaitu dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhary dan juga bahwa itu merupakan sunnah Khalifah Utsman yang masih merupakan Khulafaur Rasyidin Al Mahdiyyin. Jadi peristiwa tersebut menunjukkan bolehnya menggunakan alat atau sarana-sarana semisal radio sekarang untuk mempermudah da’wah. Jadi harus antum bedakan anatara metode dan sarana. Dan juga adanya kaidah yang mengatakan bahwa hukum asal semua benda adalah halal sampai ada dalil yang mengharamkannya. Sekarang saya tanya akang, apa ada dalil yang mengharamkan radio dan internet?
JT : ya nggak ada sih, tapi sama aja dengan cara kami melakukan da’wah, juga gak ada dalil yang mengharamkannya.
STI : dalil tentang haramnya  bid’ah telah jelas dan perbuatan kalian adalah bid’ah. Biar lebih mudah ana kasih cara mudah, Segala bentuk ibadah, tata caranya dan metode pelaksanaannya yang  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salllam dan sahabatnya tidak lakukan dan beliau shallallahu ‘alaihi wa salllam juga tidak menganjurkannya atau memberi isyarat akan bolehnya dalam keadaan beliau shallallahu ‘alaihi wa salllam dan sahabatnya mampu untuk melakukannya maka itu pasti bukan sebuah kebaikan dan kalau kemudian ada yang melakukannya dan menyandarkannya ke agama maka itu adalah perbuatan bid’ah dan pelakunya adalah pelaku bid’ah dan kalau kemudian dia membela dan menda’wahkannya maka dia adalah mubtadi’ atau ahli bid’ah. Adapun ketika ada yang terjadi saat ini dalam keadaan tidak ada di zaman beliau maka dikembalikan kepada kaidah di atas dan kepada para ulama yang mumpuni dan mendalam pengetahuannya. Ingat kepada ulama yang telah menghabiskan umurnya dalam ilmu, bukan kepada tukang semedi di sisi kubur, atau tukang mimpi yang tiba-tiba teriak telah menemukan penafsiran baru tentang sebuah ayat yang tidak pernah dikenal di zaman salafush-shalih
Ingat kata kuncinya, mereka (Rasulullah shallallahualaihi wa salllam dan sahabatnya) mempu untuk melakukannya tapi tidak melakukannya. Sekarang saya tanya apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salllam dan para sahabatnya mampu untuk melakukan da’wah keliling mesjid ngajakin orang shalat atau beliau menganjurkan sahabatnya melakukannya selama 3 hari, sepekan atau yang lainnya.
JT : mampu
STI : Apakah mereka melakukakannya atau menganjurkan orang untuk melakukannya?
JT : eh…tapi nabi kan berda’wah juga.
STI : iya kita semua sepakat itu tapi apakah caranya seperti JT? Antum jawab saja pertanyaan di atas !


[1]               Lihat buku SVJT hal 58
[2]               Lihat Majalah Ilmiah An Nashihah volume 06 Th.1/1424H/2004M hal 16

Dialog Dengan JT : Da’wah Para Nabi Itu Dengan Ilmu


JT : eh…tapi nabi kan berda’wah juga.

STI : iya kita semua sepakat itu tapi apakah caranya seperti JT? Antum jawab saja pertanyaan di atas !

JT : ya nggak sih kan mereka sibuk berperang. Jadi gak sempat khuruj kayak kami, coba mereka sempat.

STI : antum tahu ada waktu-waktu damai di antara peperangan yang dilakukan Rasulullah dan para sahabatnya dan waktu di mana dilarang berperang yaitu dibulan haram, jadi waktu itu mereka punya kesempatan khuruj kayak antum, tapi apa mereka melakukannya? ternyata tidak, di waktu damai atau pada bulan-bulan haram para sahabat menetap di mekkah berkerumun di majelis Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam untuk menuntut ilmu, atau pergi berdagang bagi pedagang mungkin antum akan dapatkan dalil dalam kitab kalian hayatush-shahabah tapi pastikan haditsnya shahih sebelum memakainya berdalil, sebab kalau tidak hendaklah antum siapkan tempat duduk di neraka.

JT : antum tahu nggak jika seandainya sandal Nabi shallallahu alaihi wa sallam di cat dengan warna merah maka tanah Madinah pasti akan memerah karena seringnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam keliling berda’wah. Maka kami keluar juga untuk berda’wah.

STI : (tersenyum) jadi syubhat baru nih. Tapi Nabi shallallahu alaihi wa sallam  mencukupan diri di Madinah dan tidak keluar ke daerah-daerah, sementara kalian sampai ke India, Pakistan, Bangladesh dan negeri-negeri lainnya. Beliau keluar dari Madinah hanya untuk dua tujuan perang dan haji.

JT : Tapi kan beliau mengutus para sahabatnya untuk berda’wah.

STI : Perhatikan penjelasan berikut :
-           Benar bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengutus para sahabat untuk berda’wah seperti Muadz bin Jabal dan Ali bin Abi Thalib ke Yaman. Tapi mereka diutus sendiri-sendiri.
-           Para sahabat yang diutus bukan sembarang sahabat tapi mereka adalah para ulamanya sahabat seperti Ali bin Abi Thalib yang direkomendasi oleh beliau, Abu Bakar dan Ibnu Mas’ud, Dihyah Al Kalby kemudian Muadz bin Jabal yang kata beliau shallallahu alaihi wa sallam yang paling menegerti tentang halal dan haram dari umatku adalah Muadz bin Jabal. Sementara kalian wahai para Tablighiyyin keluar berda’wah dalam keadaan kalian tidak mengerti tentang cara wudhu dan shalat yang benar. Terlebih dari itu kalian tidak paham dan mengerti tentang makna syahadat LAA ILAHA ILLALLAH. Baru kemarin tobat dari mabuk, berzina, dll besoknya sudah bergelar ustadz. Ajib….
-           Kalau kalian ingin mencontoh da’wah Nabi shallallahu alaihi wa sallam maka mulailah dari mana beliau shallallahu alaihi wa sallam memulai yaitu menda’wahkan tauhid yakni al uluhiyyah dan mulailah dari diri dan keluarga antum serta orang-orang disekitar kalian.
-           Beliau mengutus para sahabat dalam keadaan istri-istri dan keluarga yang sahabat diutus telah kokoh di atas sunnah, mengerti tentang hukum-hukum yang wajib bagi mereka terlebih lagi bahwa ada Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang tetap di Madinah yang akan mengajari mereka, Sementara kalian wahai para karkun keluar berda’wah dan meninggalkan keluarga kalian dalam keadaan bodoh tentang agama, meninggalkan istri kalian dalam keadaan tidak mengerti tentang wudhu, shalat, dan hukum-hukum tentang haid dan nifas. Dan kalian tidak meninggalkan orang bisa membimbing mereka. Bagaimana mereka akan mengerti hukum-hukum agamanya sementara kalian sendiri di atas kebodohan.
-           Dan kalian juga keluar berda’wah sampai India, Pakistan dan negeri lainnya sementara masyarakat disekitar kalian, tetangga-tetangga kalian dalam keadaan bodoh. Sekali lagi bagaimana kalian akan mengajari hukum-hukum agamanya sementara kalian sendiri di atas kebodohan. Sementara kalian sendiri banyak terjatuh kedalam riba dan maksiat lainnya. Ana kenal seorang yang sudah IPB, dipanggil Syaikh di antara anggotanya tapi terjatuh ke dalam jerat ghulul bahkan mengejarnya. Maka ana ingatkan antum akan firman Allah ; Jagalah diri kalian dan keluarga-keluarga kalian dari api neraka. (al ayat).

JT : Tapi masa berda’wah gak boleh, apa Allah Azza wa Jalla akan menghukum orang yang keluar duntuk berda’wah, mengajak kepada agama-Nya?

STI : soal yang itu sebentar, kita selesaikan dulu hal ini, jadi antum ngaku kalau gak ada sahabat yang  pernah lakukan da’wah model antum?

JT : (terdiam)

Dialog Dengan JT : Jawaban Al Ustadz Dzulqarnain


STI : ana anggap diamnya antum pertanda masalah ini sudah jelas, adapun tentang perkataan antum, apa Allah Azza wa Jalla akan menghukum orang yang keluar untuk berda’wah, mengajak kepada agama-Nya?
Mari kita dengarkan sebuah kisah dari seorang imam besar dan pemimpin ulamanya kalangan tabi’in rahimahumullahu jami’an. Al Imam Said Ibnul Musayyib rahimahullah. Beliau pernah menegur orang yang shalat sunnat lebih dari dua raka’at setelah adzan subuh, agar menghentikannya atau Allah akan mengadzabnya.
Yang ditegur tak bergeming malah balik menjawab apakah Allah Azza wa Jalla akan mengadzabku karena aku shalat menghadapnya.
Said ibnul Musayyib menjawab, Allah Azza wa Jalla tidak akan mengadzabmu karena shalat tapi Allah akan mengadzabmu karena menyelisihi petunjuk Nabi-Nya.

JT : Kenapa salafy itu selalu merasa benar sendiri[1]. Tapi ingat da’wah yang selalu membid’ahkan tak ada bantuan Allah. Di mana-mana di usir, bahkan tempat ta’lim dan radionya di bakar[2]. Makanya da’wah kalian jalan di tempat gak maju-maju, bandingkan dengan da’wah JT yang pengikutnya makin bertambah[3].
Dan ingat jika Nabi dakwah maka di kirim Jamaah Dakwah akan jadi asbab hidayah, satu negeri masuk islam, satu kota masuk Islam, Satu kampung masuk islam. Tapi dakwah salafy di modifikasi dengan radio adakah satu keluarga masuk islam. Terus yang mana dakwah salafy yang ada dalilnya[4]
Gak ada itu JT yang yang nyembah kubur, nyembah berhala, nyembah kemnenyan, dll mereka bahkan jaga shalat berjama’ah awal waktu dan selalu tawajjuh kepada Allah.[5]

STI : Sabar daeng. Satu-satu ya, ana jawab
Adapun tuduhan antum bahwa salafy itu merasa benar sendiri saya jawab dengan penjelasan dari Al Ustadz Dzulqarnain hafizhahullah ketika menjawab sebuah pertanyaan yang sama dalam sebuah Tabligh Akbar yang diadakan di Mesjid Al Markaz Maros pada hari Sabtu tanggal 13 Juni 2009[6]. Berikut transkrip dari jawaban beliau :
di dalam da’wah salafiyyahtidak dibenarkan ada yang  menjatuhkan vonis sesat atau vonis bid’ah kepada siapapun tanpa dalil dan hujjah sebab itu berbicara atas nama Allah tanpa hujjah dan Allah telah melarang hal itu dalam Al Qur’an
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
Dan juga Rasulullah mengingatkan, Siapa yang berkata pada saudaranya wahai kafir –atau dia jatuhkan vonis yang lain, kamu wahai sesat, wahai ahlul bid’ah, dia jatuhkan vonis ini, maka vonis ini kata Nabi, “harus ditanggung oleh salah satu di antara keduanya, kalau benar vonis maka tidak apa-apa kalau salah maka vonis ini akan kembali pada dirinya.
Maka tidak benar kalau ada yang mengatakan bahwa da’wah salafiyyah sembarang menyesatkan orang. Di dalam da’wah salafiyyah ada ‘Amar Ma’ruf  Nahi’ Mungkar, tidak mungkin kita biarkan saudara kita terjatuh dalam kesalahan, kita ingatkan bahwa itu adalah salah, itu hal yan gmenyimpang, kita terangkan dalilnya dari Al Qur’an dan sunnah, maka siapa yang dinasehati maka hendaknya dia berlapang dada sepanjang dijelaskan dalilnya dari Al Qur’an dan As Sunnah dan dari uraian ucapan para ulama as-salaf, maka dia terima, dia jangan bersombong menolak kebenaran, walaupun itu menyelisihi gurunya, menyelisihi kelompoknya, menyelisihi siapa yang dia bernisbat padanya. Hendaknya Al Qur’an dan As Sunnah lebih dia besarkan dan agungkan. Mereka berbicara dengan dalil Al Qur’an dan As Sunnah , ada dalilnya terima, tidak ada dalilnya tolak, kalau dia tidak setuju maka sampaikan hujah, bantah dengan dalil kalau memang dia anggap hal tersebut sebagai hal yang salah.[7]
selesai jawaban ustadz…

Maka perhatikanlah bahwa semua peringatan ulama atas sesatnya JT di dasari oleh dalil dan hujah yang nyata, dibangun di atas ilmu dan bashirah serta burhan bagi yang berlapang dada hendak mencari kebenaran. Adapun dalil kalian seperti rumah laba-laba. Sebagaimana telah dan akan dijelaskan.

Adapun yang kedua bahwa da’wah salafy itu selalu di usir dan bahkan dibakar radio dan tempat ta’limnya. Bukankah memang begitu da’wah para Nabi, bukan Cuma Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tapi seluruh para Nabi, bahkan berapa banyak Nabi bukan hanya diusir tapi diburu untuk di bunuh bahkan dibunuh karena da’wah para Nabi selalu menda’wahkan Tauhid Uluhiyyah – jangan dipotong, akan datang penjelasannya – dan ini tidak sesuai dengan hawa nafsu mara mad’unya. Jadi kalau Cuma di usir atau rumahnya dibakar itu mah nggak seberapa.
Lantas apakah bisa dikatakan kalau da’wah para Nabi itu tidak di tolong oleh Allah karena mereka banyak yang dibunuh bahkan ada yang digergaji dan juga Rasulullah juga diusir dari kampungnya bahkan hendak di bunuh, bukankah kata antum sendiri bahwa iman itu harus di tebus dengan pengorbanan, nah sekarang anak panah telah mengenai penarik busurnya.
Apakah kemudian bisa dikatakan kalau da’wah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabatnya itu tidak mendapat pertolongan Allah karena para sahabat di siksa bahkan orang tua Ammar dieksekusi oleh kafir quraisy. Khubaib bin Adi mati kemudian disalib. Apakah bisa dikatakan da’wah Al Imam Al Bukhary tidak mendapat pertolongan dari Allah azza wa Jalla karena fitnah yang beliau hadapi membuatnya diusir sehingga harus berpindah-pindah sampai beliau rahimahullah meninggal di Samarqand. Apakah bisa dikatakan kalau da’wah Dua Ahmad yaitu Ahmad ibnu Hanbal dan Ahmad bin Abdul Halim tidak ditolong oleh Allah Azza wa Jalla karena mereka rahimahumallah dipenjara, disiksa dan di boikot, bahkan Al Imam Ahmad Ibnu Abdul Halim  meninggal dalam penjara. Nah sekarang mata pedang itu berbalik mengenai pemegangnya, sementara kalian keliling dunia, wara-wiri dari satu benua ke benua yang lain, dari satu perbatasan negeri ke perbatasan negeri lainnya dan kalian tidak mendapat hambatan sedikitpun, tidak dusir dan tidak dicaci kecuali oleh para penuntut ilmu yang mengerti batilnya da’wah kalian. Di setiap negara yang kalian singgahi disambut dengan “kalungan bunga”. Apakah seperti ini da’wah para Nabi?
Ada tanggapan ?

JT : (Diam)

------------------------------------------------------
[1] Lihat buku SVJT halaman 2
[2] Lihat buku SVJT halaman 58 – 59
[3]Syubhatini juga sering dilontarkan untuk menjadi dalil akan benarnya da’wah mereka.
[4]Lihat buku SVJT halaman 59-60
[5]Lihat buku SVJT halaman 25 – 26
[6]Dan terungkap bahwa yang bertanya akan hal itu adalah Karkun JT yang memang banyak hadir saat itu, entah untuk tujuan apa, hanya Allah saja yang tahu.
[7]Ada sebuah cerita yang unik, aneh, lucu, menggelikan sekaligus menyedihkan dan memiriskan hati sehubungan dengan pertanyaan dan jawaban ustadz di atas. Seorang ikhwa salafy yang sebelumnya sempat berjalan bersama JT bernama Abdurrahman Gunawan menyampaikan kepada saya bahwa dia pernah didatangi oleh seorang JT yang bernama Zakariya yang tinggal di sekitar Batang Ase atau Mandai Maros dan bertanya dengan nada keras kepada Abdurrahman tentang siapa yang yang menyebarkan tulisan berisi kumpulan fatwa para ulama akan sesatnya JT oleh Syaikh Rabi’hafizhahullahi. Kemudian berlangsung pembicaraan yang isinya diantaranya adalah bahwa menurut JT Zakariyya Al Ustadz Dzulqarnain memuji JT dengan mengatakan bahwa JT itu mengajak kepada Allah. Ketika ditanya oleh Abdurrahman apakah dia mendengarnya sendiri maka kata JT Zakariya bahwa temannya yang menyampaikan hal itu pada dia. Maka Abdurrahman hanya bisa beristighfar kepada Allah. Demikianlah JT, atas nama Nabi saja mereka berani berdusta patah lagi hanya terhadap seorang ustadz. Wallahul Musta’an. Nasalullahassalamata wal ‘afiyah.
Dalam dialog tersebut Abdurrahman menyampaikan agar kalau mereka JT tidak sepakat dengan apa yang dituliskan Asy Syaikh Rabi’agar menuliskan bantahan yang tentunya dengan hujjah, tapi kata JT Zakariyya itu hanya buang-buang waktu. Jadimenurut JT Zakariyya ini Al Imam Ahmad telah membuang-buang waktunya ketika menulis kitab Ar Radd ‘Ala Adz Dzanadiqah, begitu juga dengan Al Imam Al Bukhary telah buang-buang waktu ketika menulis kitab Khalq Af’alil ‘Ibad. Dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah begitu para ulama lain yang telah menuliskan bantahan-bantahan terhadap bid’ah dan ahlinya telah membuang-buang waktunya menurut si JT Zakariyya.

Dialog Dengan JT : Da’wah Itu Menyerukan Kebenaran Bukan Cari Pengikut


STI : selanjutnya tentang da’wah salafiyyun yang jalan di tempat maka antum salah besar dari waktu ke waktu da’wah ini terus berkembang. Taruhlah begitu tapi ukuran kebenaran dan keberhasilan sebuah da’wah atau manhaj itu tidaklah di ukur dari banyaknya pengikut. Perhatikanlah para Nabi ‘alaihimus salam ada diantara mereka yang pengikutnya kurang dari sepuluh, bahkan ada yang tidak mendapatkan satu orangpun yang menyambut da’wahnya. Perhatikanlah Nabiyullah Nuh alahissalam, 950 tahun beliau berda’wah tetapi lihat berapa orang yang menyambut da’wah beliau, bahkan anak dan istrinya sendiri tetap durhaka, apakah lantas bisa dikatakan bahwa da’wah Nabi Nuh tidak berberkah dan tidak ditolong oleh Allah.  Cukuplah firman Allah ‘Azza wa jalla, “dan hanya sedikit di antara hamba-hamba-Ku yang bersyukur.  Dan juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau bersabda, islam ini pada awalnya aneh (asing, hanya sedikit pengikutnya) dan akan kembali asing, maka beruntunglah orang-orang yang asing.
Lagipula da’wah salafiyyun adalah untuk mengajak orang mentauhidkan Allah ‘Azza wa jalla dan agar hidup di atas bimbingan wahyu dan assunnah bukan buat cari pengikut mana yang paling banyak.http://aboeshafiyyah.wordpress.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar