Sabtu, 22 Juni 2013

KELOMPOK SEMPALAN JAMA'AH TABLIGH

                             Oleh Al-Ustadz Muhammad Ali Ismah Al-Maidani hafizahullah
Bagi seorang yang ingin mengetahui kesesatan sebuah paham atau kelompok hendaknya dia mengetahui terlebih dahulu mana pemahaman yang benar dan mana pemahaman yang salah. Banyak kita saksikan seseorang kebingungan bila dia mendengar atau membaca pernyataan bahwa : Ini adalah pemahaman yang sesat dan itu adalah pemahaman yang menyeleweng! Mengapa dia bingung. Hal itu terjadi tidak lain karena dia belum mengetahui perkara yang benar dan yang salah. Kebingungan ini tidak hanya melanda orang awam saja. Akan tetapi para pelajar, mahasiswa, dan kalangan intelek pun mengalami hal yang sama. Untuk itu sudah seharusnya seorang itu terlebih dahulu mengetahui kebenaran sehingga bila diajak berbicara tentang firqah-firqah sesat semacam syi’ah, mu’tazilah, jahmiyah, dan lain-lainnya tidak akan merasa heran. Begitu juga berkaitan dengan tema yang akan kita angkat kali ini tentang jamaah tabligh. Sudah semestinya seorang Muslim mempelajari kebenaran yang terdapat pada manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah dan bagaimana sikapnya terhadap jamaah ini.
Sesatkah Jamaah Tabligh?

Tidak diragukan lagi bahwa jamaah tabligh adalah suatu kelompok dakwah yang telah menyebar kemana-mana. Tapi sebenarnya bagaimana jamaah ini bila dilihat dengan kacamata ajaran Islam. Kalau kita menengok sejarahnya, jamaah ini dirintis oleh Muhammad Ilyas Ad Diyobandi Al Jisti Al Kandahlawi kemudian Ad Dahlawi. Dia adalah pendiri jamaah tabligh di India. Dia pula yang merancang dan merumuskan ushulus sittah (enam dasar) ajaran jamaah tabligh. Ini dengan isyarat gurunya, Rasyid Ahmad Kankuhi Ad Diobandi Al Jisti An Naqsyabandi dan Asyraf Ali At Tanuhi Ad Diobandi Al Jisti. (Lihat Al Qaulul Baligh fit Tahdzir min Jama’atit Tabligh oleh Syaikh Hamud At Tuwaijiri halaman 24).
Kemudian dilanjutkan gerakan ini oleh anaknya, Yusuf. Dan pimpinan mereka sekarang adalah In’amul Hasan. (Halaman 7) Jamaah ini dibangun di atas empat jenis tarekat sufi : Jistiyah, Qadiriyah, Sahrawardiyah, dan Naqsyabandiyah. Di atas empat tarekat sufi inilah In’amul Hasan membaiat para pengikutnya yang telah dianggap pantas untuk dibaiat. (Halaman 7-8). Dari sini telah nampak jamaah tabligh tidaklah mendasarkan pemahamannya kepada pemahaman Salaf Shalih sebagai dasar pemahamannya pasti sesat. Dan berikut ini kita akan mendapatkan bukti nyata kesesatan mereka. Penampilan zuhud jamaah tabligh telah menipu sebagian besar kaum Muslimin sehingga ketika ada orang yang menyatakan bahwa mereka adalah kelompok yang sesat tiba-tiba terkejut sambil berkata : “Apakah orang-orang yang zuhud seperti itu sesat dan salah.!” Rupanya, orang-orang seperti ini tidak paham pokok dan dasar Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam menilai sesat atau tidaknya suatu kelompok tertentu. Mereka mengukur baik dan buruk hanya dari segi penampilan luar tanpa melihat bagaimana keadaan dalamnya.

Para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah orang yang arif dan bijaksana. Mereka menghukumi kelompok atau perorangan tidaklah berdasarkan hawa nafsu atau karena sakit hati tetapi dengan ilmu dan bukti-bukti otentik yang bisa dipertanggungjawabkan di hadapan Allah dan semua makhluk. Berapa banyak orang-orang sufi yang berpenampilan sederhana dan zuhud tidak luput dari kritikan dan kecaman pedas dari para ulama. Mereka bisa menipu orang awam tapi jangan harap bisa menipu ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah. Ahli Tarikh Islam, Al Imam Al Hafidh Adz Dzahabi mengomentari tertipunya Al Manshur, seorang khalifah Bani Abbasiyah karena ulah seorang tokoh mu’tazilah, ‘Amr bin ‘Ubaid. Khalifah bersyair :
Semua kalian berjalan dengan perlahan-lahan
Semua kalian memburu buruannya
Kecuali ‘Amr bin ‘Ubaid
Imam Adz Dzahabi berkata : “Dia (Manshur) tertipu dengan kezuhudan dan lagak keikhlasannya hingga dia melupakan kebid’ahannya.” (Lihat Siyar A’lamin Nubala 6/105 dan Naqdur Rijal karya Syaikh Rabi’ halaman 12)

Ushulus Sittah
“Jamaah ini memiliki manhaj yang dijadikan dasar sebagai tempat rujukan yang dinamakan Ushulus Sittah (enam dasar), Ushulus Sittah tersebut berisi :
1. Merealisasikan kalimat thayibah Laa Ilaha Illallah Muhammadar Rasulullah.
2. Shalat dengan khusyu’ dan khudhu’ (penuh ketundukan).
3. Ilmu dan dzikir.
4. Memuliakan kaum Muslimin.
5. Memperbaiki niat dan mengikhlaskannya.
6. Keluar (khuruj) di jalan Allah.

Perhatikanlah wahai para pembaca yang budiman terhadap Ushulus Sittah ini. Kemudian kita lihat apakah mereka berada di atas manhaj yang benar dalam memahami, mempraktikkan, dan mendakwahkan dasar-dasar ini. Sebelum kita membicarakannya, Anda harus mengetahui terlebih dahulu bahwa Ushulus Sittah ini memiliki Kalimat Rahasia. Jika Anda telah mengenalinya akan bisa –dengan ijin Allah– memahami semua pendapat dan gerakan jamaah ini dengan mengembalikan semua ucapan dan perbuatan tersebut kepada Kalimat Rahasia ini. Kalimat Rahasia itu adalah segala sesuatu yang menyebabkan lari atau berselisih antara dua orang maka harus diputus dan dilenyapkan dari manhaj jamaah ini.
Sekarang mari bersama saya membahas dasar yang pertama jamaah ini, yaitu merealisasikan dua kalimat syahadat. Apakah Anda telah mengetahui cara merealisasikan dua kalimat syahadat di atas.
Realisasi dua kalimat syahadat itu adalah dengan cara mewujudkan tiga jenis tauhid, Tauhid Uluhiyah, Rububiyah, dan Asma’ was Sifat. Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alus Syaikh rahmatullah ‘alaihi mengatakan dalam Kitab Fathul Majid halaman 84 :
“Ucapan beliau, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab : ‘Bab Siapa Yang Merealisasikan Tauhid Akan Masuk Surga Tanpa Dihisab. Yaitu tanpa diadzab.’ Saya (Syaikh Abdurrahman) katakan : Merealisasikannya adalah (dengan cara) memurnikan dan membersihkannya dari noda-noda syirik, kebid’ahan, dan kemaksiatan.” Setelah kita memahami makna kalimat tauhid di atas dan Kalimat Rahasia yang ada pada mereka baiklah sekarang kita lihat realisasinya pada jamaah ini. Mereka merealisasikan kalimat ini dengan hanya berbicara sekitar tauhid Rububiyah saja. Mengapa demikian. Karena hal itu tidak sampai menyebabkan terjadinya perpecahan, membuat orang lari, dan berselisih antara dua orang Muslim.
Adapun kalau berbicara tentang tauhid Al Asma’ was Shifat maka akan menyebabkan terjadinya perpecahan, membuat orang lari, dan perselisihan karena di sana ada kelompok asy’ariyah, maturidiyah, jahmiyah, hululiyah, ittihadiyah, dan Salafiyah. Mereka semua berbeda dalam masalah ini. Dan dasar yang dijalani oleh jamaah tabligh dalam Kalimat Rahasia ini bahwa sesuatu yang akan menyebabkan orang lari, perselisihan, dan perpecahan antara dua orang maka harus dibuang dan ditiadakan dari manhaj jamaah ini.
Demikian juga jenis ketiga dari bagian tauhid, yaitu tauhid Uluhiyah maka pembicaraan dalam masalah ini diputus dan ditiadakan karena akan menyebabkan terjadinya perpecahan dan perselisihan karena nanti ada yang Salafi dan ada yang khalafi quburi. Yang pertama (Salafi, pent.) tidak membolehkan seseorang bepergian ke kuburan, shalat di sisinya, (shalat) ke arahnya, thawaf di situ, tawassul dengan orang-orang shalih, istighatsah kepada mereka, dan seterusnya. Berbeda dengan yang kedua (khalafi quburi, pent.), semua hal tadi boleh bahkan yang kita sebutkan tadi adalah intisari agama mereka.
Oleh karena itu wahai saudaraku yang mulia, jika ada di antara mereka yang menerangkan dasar ini tidaklah mereka mengatakan kecuali segala puji bagi Allah yang telah menciptakan kita, memberi rizki kepada kita, memberi nikmat kepada kita, dan seterusnya yang berkaitan dengan tauhid Rububiyah saja. Kita telah mengetahui bahwa yang namanya ilmu adalah firman Allah, sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, serta ucapan para shahabat, apakah dalam bidang aqidah, ibadah, muamalah, akhlak, dan yang lainnya. Mereka menyatakan ilmu itu ada dua, ilmu fadha’il yang berasal dari mereka dan ilmu masa’il yang berasal dari para ulama yang berada di setiap negeri. Setiap orang yang khuruj (keluar berdakwah) bersama mereka hendaknya mengambil (ilmu masa’il) tersebut dari para ulama di negeri masing-masing.
Apakah Anda telah memperhatikan pembagian ini. Dan mengapa mereka membolehkan seseorang berbicara tentang ilmu fadha’il dan melarang berbicara ilmu masa’il bahkan menganjurkan orang yang khuruj bersama mereka untuk mengambil ilmu tersebut dari para ulama di negeri masing-masing. Karena ilmu yang pertama (fadha’il) tidak menimbulkan perpecahan dan perselisihan, berbeda dengan yang kedua yang akan menimbulkan perpecahan.
Dalam perkara amar ma’ruf nahi munkar mereka juga menggunakan senjata Kalimat Rahasia ini. Mestinya amar ma’ruf nahi munkar itu diterapkan dalam semua perkara akan tetapi mereka menerapkannya dalam perkara yang sekiranya tidak menimbulkan perpecahan. Lalu bagaimana mereka mempraktikkannya. Maka jawabnya dengan cara pemaparan, yaitu mereka memaparkan hadits-hadits dan ayat-ayat yang berisi anjuran untuk melaksanakan perbuatan itu atau meninggalkan perbuatan yang dilakukannya tanpa menembus sisi aqidah. Mereka akan mengatakan kepada orang yang meninggalkan shalat –misalnya– :[ “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.” (QS. Al Mukminun : 12)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam besabda : “Tidaklah setiap hamba Muslim shalat untuk Allah di setiap harinya dua belas rakaat tathawwu’ bukan fardlu kecuali Allah akan membangun untuknya sebuah rumah di Surga.” Ini keutamaan shalat yang sunnah maka bagaimana dengan yang fardlu.
Oleh karena itu bila ada orang yang bermaksiat ikut khuruj (keluar) bersama mereka ingin merokok maka mereka membolehkannya bahkan membelikan rokok untuknya. Demikian juga peminum arak mereka akan membawakan botolnya. Dan kalau orang itu ingin mencukur jenggotnya mereka akan berikan pisau cukur untuknya atau mereka akan membawanya ke tukang cukur. Mungkin Anda akan berkata : “Ini hanyalah hal-hal yang dilebih-lebihkan saja.” Maka saya katakan : “Semoga Allah memberi hidayah kepadaku dan kepada Anda.” Cerita tidak sama dengan orang yang menyaksikan. Lihatlah buku-buku yang mengkritik mereka, Anda akan dapati perkara yang lebih aneh lagi.

Ketahuilah, mereka memiliki dua pertemuan rutin di malam Selasa dan Rabu. Pertemuan pertama untuk orang-orang yang pulang dari khuruj. Pada pertemuan pertama dihadirkan di hadapan mereka orang-orang yang ingin diberi semangat untuk khuruj bersama mereka atau untuk mempengaruhi mereka. Pertemuan kedua untuk menata khuruj pada waktu Ashar di hari Rabu. Amir pertemuan berkata kepada salah seorang yang telah khuruj –agar yang baru dan para pendengar mengetahui– : “Berapa hari Anda khuruj.” Yang khuruj menjawab: “Saya khuruj selama 4 bulan di jalan Allah.” Sang amir berkata : “Masya Allah! Di mana Anda habiskan semua waktu Anda itu.” Yang khuruj menjawab : “10 hari di negeri-negeri Teluk, 20 hari di belantara Afrika, 1 bulan di Eropa, 1 bulan di Amerika Selatan, 1 bulan di Asia Timur, India, dan Pakistan.” Maka sang amir pertemuan berkata (perhatikan ucapannya) : “Masya Allah! Anda adalah dai dan ketahuilah dai itu seperti awan yang datang ke bumi turun berupa air hujan kemudian menyirami mereka. Berbeda dengan ulama, mereka itu ibarat sumur, jika Anda merasa haus Anda harus menempuh perjalanan sejauh 1 mil untuk mendatangi sumur itu maka Anda akan mati dulu sebelum sampai ke sumur tersebut. Bahkan mungkin Anda tidak bisa minum karena timba yang digunakan untuk mengambilnya tidak ada. Dan kalau Anda ingin minum maka Anda harus datang ke pinggir sumur kemudian menimba dulu baru engkau bisa minum.”
Apakah Anda merasa tergugah –seperti tergugahnya para pendengar cerita itu– yang lebih memuliakan dai dari orang yang alim! Maka akibat dari cerita ini jika salah seorang di antara mereka ingin duduk menuntut ilmu, diceritakanlah kisah ini maka akhirnya diapun ingin menjadi awan saja daripada menjadi sumur! Agar Anda tidak kebingungan setelah membaca kisah ini maka harus diterangkan di sini kekeliruannya. Saya katakan –dengan mengharapkan bimbingan Allah– : Ketahuilah –semoga Allah membimbing kita kepada jalan-jalan kebaikan– bahwa awan yang turun berupa hujan tidaklah menumbuhkan kecuali rerumputan untuk pakan ternak pada umumnya dan hanya menumbuhkan rumput yang bersifat musiman. Bahkan kalau hujan itu turunnya di bumi yang gersang atau tidak pada musimnya, tidak bermanfaat. Dan kadang-kadang awan itu membawa kerusakan dan menimbulkan kehancuran. Berbeda halnya dengan air sumur, dia bisa dijadikan air minunm dan untuk bercocok tanam. Dan biasanya daerah yang ada sumurnya kehidupan di sana lebih bertahan lama karena penduduknya bisa bercocok tanam, minum, memanen hasil tanamannya, dan seterusnya. Dan keberadaan sumur bisa memberi manfaat bagi orang yang tinggal di situ dan bagi orang yang lewat apakah untuk diri mereka, tunggangan mereka, untuk tanaman mereka, dan perbekalan mereka dengan cara disimpan dalam bejana-bejana. Sumur, setiap saat airnya bersih, jernih, dan harum, apakah Anda berpikir untuk meninggalkannya.
Ada kisah lain, mudah-mudahan semakin memperjelas kesesatan jamaah ini. Diceritakan di hadapan para pemula yang ingin menuntut ilmu syar’i bahwa salah seorang di antara mereka berkata : [ “Kemana Anda akan pergi wahai fulan.” Maka yang lain akan menjawab : “Aku akan pergi belajar.” Kemudian orang yang pertama tadi berkata : “Untuk apa.” Yang lain berkata : “Agar aku mengetahui perkara yang halal dan haram.” Yang pertama berkata : “Subhanallah, Anda tidak tahu perkara yang halal dan haram.! Apakah anda tidak mendengar bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : ‘Mintalah fatwa kepada hatimu meskipun banyak orang yang memberi fatwa kepadamu.’ Subhanallah, sampai sekarang engkau tidak mengetahui perkara yang halal dan yang haram padahal banyak binatang yang mengerti tentang itu. Apakah Anda tidak melihat kucing ketika Anda letakkan makanan di suatu tempat kemudian Anda pergi dan kembali lagi sebentar setelah itu maka Anda akan lihat dia memakannya dan ketika melihatmu dia akan lari. Berbeda dengan kalau Anda duduk di atas kursi makanmu kemudian Anda letakkan di sebelahmu sesuatu makanan maka dia akan makan dengan tenang di sebelahmu. Pada kasus yang pertama kucing itu tahu bahwa dia terjatuh ke dalam perbuatan yang haram oleh karena itu dia lari. Dan pada kasus yang kedua, dia tahu bahwa makanan yang didapatkannya halal oleh karena itu dia makan bersamamu dengan tenang. Wahai saudaraku, akal kaum Mukminin bisa membedakan mana yang halal dan mana yang haram! Oleh karena itu mintalah fatwa kepada hatimu walau banyak orang yang memberi fatwa kepadamu.!”]
Maka wahai saudaraku, apakah Anda setuju dengan permisalan seperti itu. Tentunya bagi seorang Muslim dalam menentukan perkara halal/haram dan perkara lain dalam urusan agama ini harus bersandar kepada Al Qur’an dan As Sunnah. Sebab kalau masing-masing orang diberikan kebebasan menentukan urusan agama ini sekehendaknya sendiri niscaya akan rusak agama yang mulia ini. Adapun perkara minta fatwa kepada hati dalam menentukan suatu permasalahan, hal ini kadang-kadang bisa diterapkan dalam hal-hal yang memang belum jelas urusannya dalam agama ini. Dan tentunya syaratnya dia harus seorang rasikh (mendalam) ilmunya dalam Dien ini dan tidak dikhawatirkan hawa nafsu mempengaruhinya. Diceritakan bahwa salah seorang tabligh berbicara memberikan semangat kepada para pendengarnya untuk khuruj bersama mereka dengan meninggalkan anak, istri, keluarga, harta, negeri, dan lain-lainnya : “Wahai saudaraku, jika Anda meletakkan gula ke dalam gelas teh kemudian Anda tuangkan air dan Anda minum tanpa mengaduk gulanya maka Anda tidak akan merasakan manisnya gula. Dan jika Anda aduk maka akan merasakan manisnya gula. Demikian halnya dengan iman di dalam hati setiap manusia. Iman itu ada dan tidak akan bisa dirasakan manisnya oleh pemiliknya kecuali setelah mengaduknya dengan bergabung dan khuruj bersama jamaah ini.” Saya beranggapan, Anda akan segera membantah kisah ini dengan berkata : “Subhanallah! Jadi iman itu ada di setiap hati manusia.! Hingga di hati-hati orang munafik, kafir, dan murtad!” Dan barangkali Anda akan berkata pula : “Subhanallah! Jadi para ulama, penuntut ilmu, dai, orang awam dari kalangan pria dan wanita tidak akan merasakan manisnya iman bila tidak ikut khuruj dengan kalian.!” Mungkin Anda akan juga berkata : “Subhanallah! Bukankah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : ‘Tiga perkara, barangsiapa ada pada dirinya tiga perkara itu akan merasakan manisnya iman : Menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya, dia mencintai seseorang karena Allah, dan dia benci kembali kepada kekufuran setelah dia diselamatkan Allah darinya sebagaimana dia benci kalau dilemparkan ke dalam neraka.’ (HR. Muslim 1/66)

Terakhir akan saya tutup dengan sebuah kisah bagaimana mereka mempermainkan syariat dan akal para pendengarnya. Amir khuruj membagi kelompoknya pada hari Kamis pagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama, tinggal di masjid membuat halaqah dzikir yang terus berkelanjutan hingga semua kelompok pulang. Kelompok kedua menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 3 orang lebih. Tugasnya mengetuk pintu-pintu rumah yang berdekatan dengan masjid dan mengajak mereka untuk hadir dan bergabung dalam kegiatan jamaah ini dan agar mereka menghadiri bayan (penjelasan) yang diadakan setelah Maghrib sampai Isya’. Dan sebelum semuanya berpencar sang amir menceritakan kepada mereka kisah-kisah untuk memberi pelajaran kepada mereka maka dia berkata : “Pernah pada suatu saat sebuah kelompok ke suatu daerah. Setelah mereka dibagi menjadi 2 kelompok berdiamlah kelompok pertama dalam masjid. Dan kelompok kedua keluar mengetuk pintu-pintu rumah. Setiap kali mereka mengetuk pintu, mereka tidak mendapati jawaban yang menyenangkan dan sambutan yang baik. Tetapi mereka terus mengetuk pintu-pintu rumah dan tetap saja tidak disambut dengan baik. Maka ada di antara mereka yang berkata : ‘Periksalah iman kalian, wahai teman-teman!’ Maka merekapun memeriksa iman mereka tapi mereka tidak mendapati cacat (!). Maka salah seorang mereka berkata : ‘Mungkin teman-teman kita yang kita tinggalkan di masjid lalai berdzikir kepada Allah.’ Maka mereka berkata : ‘Marilah kita lihat mereka!’ Maka ternyata mereka dapati teman-teman mereka yang ada di masjid lalai berdzikir kepada Allah. Saudaraku, apa yang terasa di dalam dirimu kalau engkau khuruj bersama mereka kemudian mereka menjadikanmu di halaqah masjid apakah Anda ketika mendengar kisah ini akan lalai dari dzikir kepada Allah. Atau engkau akan berusaha dengan keras agar Allah memberi taufiq kepada teman-temanmu yang di luar hingga mereka membawa hasil.”
Tidak diragukan lagi, inilah terjadi. Terlebih lagi jika si tablighi tadi menyandarkan perbuatannya itu dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bahwa : “Tidaklah berkumpul suatu kaum di salah satu rumah dari beberapa rumah Allah (masjid), membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka kecuali akan turun sakinah (ketenangan) kepada mereka. Dan mereka akan diliputi rahmat, dinaungimalaikat, dan disebut-sebut Allah pada hamba-hamba yang ada di sisi-Nya.” (HR. Muslim 4/2074)
Maka menurut mereka, penghuni masjid seperti sumber listrik dan kelompok kedua seperti lampu. Bila bergerak sumber listrik mereka akan hidup. Dan kalau tidak bergerak lampunya akan mati. ] Apakah Anda pernah mendengar permisalan seperti ini dan apakah Anda pernah melihat cara berdalil seperti ini! (Quthbiyah oleh Abu Ibrahim halaman 4-12)

Kitab Rujukan Jamaah Tabligh
Syaikh Tuwaijiri berkata : “Kitab yang paling top di kalangan tabligh adalah kitab Tablighin Nishshab yang dikarang oleh salah seorang tokoh mereka yang bernama Muhammad Zakaria Al Kandahlawi. Mereka sangat mengagungkan kitab ini sebagaimana Ahlus Sunnah wal Jamaah mengagungkan Shahih Bukhari dan Shahih Muslim serta kitab hadits lain.
Para tablighi (orang tabligh) menjadikan kitab ini sebagai rujukan dan pegangan bagi orang India dan Ajam yang mengikuti mereka. Di dalam kitab ini (Tablighin Nishshab) berisi kesyirikan-kesyirikan, bid’ah-bid’ah, khurafat-khurafat, dan hadits-hadits yang palsu dan lemah yang banyak sekali. Kitab ini sebenarnya adalah kitab yang jelek dan jahat serta sarat dengan fitnah dan kesesatan. Orang-orang tabligh menjadikannya sebagai rujukan untuk menyebarkan kebid’ahan-kebid’ahan dan kesesatan mereka, melariskannya, dan memperindahnya kepada orang-orang yang bodoh yang mereka (orang-orang tabligh -red) lebih sesat dari binatang ternak … .
Dan termasuk juga yang mereka perindah adalah dengan mewajibkan ziarah ke kubur Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam setelah haji. Padahal dalam perkara itu hanya bersandar dengan hadits-hadits yang palsu. Dan orang tabligh memiliki kitab lain yang mereka jadikan sebagai pegangan dan rujukan para pengikut mereka dari kalangan Ajam, India, dan selainnya yaitu kitab yang bernama Hayatush Shahabah karya Muhammad Yusuf Al Kandahlawi. Kitab ini juga sarat dengan hadits-hadits yang palsu dan lemah. Dan ini termasuk kitab yang jahat, sesat, dan berisi fitnah.” (Lihat Al Qaulul Baligh halaman 11-12)
Dinukil dari http://www.assunnah.cjb.net

Sumber: http://salafiyunpad.wordpress.com

Kamis, 20 Juni 2013

INILAH FATWA ULAMA AHLUSSUNNAH TERHADAP JT DAN IM


بسم الله الرحمن الرحيم









  • Fatwa Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alusy Syaikh –rahimahullah- tentang Jama’ah Tabligh
“Dari Muhammad bin Ibrahim. Kepada yang Yang Mulia Pangeran Kholid bin Su’ud, pimpinan Dewan Kerajaan yang terhormat. Assalamu ’ alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Selanjutnya :
Kami telah menerima surat Paduka Yang Mulia (No. 36/4/5– d, tertanggal 21/1/1382 H) beserta lampirannya yang berisi permohonan kepada Raja Yang Mulia dari seorang yang bernama Muhammad bin Abdul Hamid Al-Qodiry, Syah Muhammad Nurani, Abdus Salam Al-Qodiry, dan Su’ud Ahmad Dahlawi tentang pengajuan proposal bantuan untuk kegiatan perkumpulan mereka yang mereka namakan “Kulliyatud Da’wah wat Tabligh Al-Islamiyyah“, demikian pula beberapa buah kitab kecil yang dilampirkan bersama surat permohonan mereka. Maka kami memaparkan kepada Yang Mulia bahwa perkumpulan ini tidak ada kebaikan di dalamnya karena merupakan organisasi bid’ah dan kesesatan. Dengan membaca kitab-kitab kecil yang dilampirkan bersama surat permohonan mereka, kami mendapati semua kitab-kitab kecil itu mengandung kesesatan, bid’ah, ajakan untuk menyembah kuburan dan kesyirikan. Semua itu merupakan perkara yang tidak bisa didiamkan. Karenanya, kami akan bangkit -insya Allah- untuk membantahnya sehingga bisa tersingkap kesesatannya dan terhalang kebatilannya. Kami memohon kepada Allah agar menolong agama-Nya dan mengangkat Kalimat-Nya. Wassalamu ’ alaikum warahmatullah”. (S-M-405, tertanggal 29/1/1382 H )[1]
  • Fatwa Ketua Lajnah Daimah, Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz -rahimahullah- tentang Ikhwanul Muslimin dan Jama’ah Tabligh

Pertanyaan :Samahatusy Syaikh, gerakan Ikhwanul Muslimin telah memasuki kerajaan ( Saudi Arabia) sejak beberapa waktu yang lalu. Mereka telah memiliki berbagai kegiatan di tengah-tengah para penuntut ilmu . Bagaimana pendapatmu tentang gerakan itu? Dan seberapa jauh hubungannya dengan manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah?
Jawaban :Gerakan Ikhwanul Muslimin telah dikritik oleh khawas (orang-orang khusus) ahli ilmu (para Ulama), karena mereka tidak memiliki kegiatan dakwah kepada tauhid (secara hakiki) dan tidak mengingkari kesyirikan serta bid’ah-bid’ah. Mereka memiliki cara-cara khusus yang menyebabkan kurangnya kegiatan mereka berdakwah kepada Allah dan tidak adanya pengarahan kepada aqidah yang benar sebagaimana seharusnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Sepatutnya bagi Ikhwanul Muslimin untuk memiliki perhatian kepada dakwah salafiyah, yaitu dakwah kepada tauhid, pengingkaran terhadap peribadahan kepada kuburan, bergantungnya hati kepada orang yang sudah mati, istighatsah (meminta tolong saat tertimpa musibah) kepada penghuni kubur, seperti kepada Husain, Hasan, Badawy dan yang semisalnya. Wajib atas mereka memiliki perhatian terhadap perkara yang sangat mendasar ini, karena ia adalah dasar agama ini dan ajakan pertama Nabi –shallallahu’alaihi wa sallam- di Makkah. Beliau mengajak untuk mengesakan Allah dan mengajak kepada makna Laa Ilaaha Illallah (tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah) .
Kebanyakan para Ulama mengkritik mereka karena masalah ini, yaitu tidak adanya semangat mereka untuk berdakwah kepada tauhidullah dan memurnikan ibadah kepada-Nya serta pengingkaran kepada sesuatu yang telah diada-adakan oleh orang-orang bodoh, seperti bergantung kepada orang-orang mati, ber-istighatsah kepada mereka, karena hal ini adalah merupakan syirik besar.
Demikian pula, para Ulama mengeritik mereka karena tidak adanya perhatian mereka (secara hakiki) terhadap sunnah, ittiba’ (berteladan) kepadanya dan tidak adanya perhatian terhadap hadits yang mulia dan manhaj salaful ummah dalam hukum-hukum syari’at[2]. Masih banyak lagi permasalahan lain yang aku dengar dari saudara-saudaraku (para Ulama) yang mengkritik mereka. Semoga Allah memberikan taufiq (hidayah) kepada mereka, membantu mereka (untuk bertaubat) dan memperbaiki keadaan mereka. ” [Dinukil dari majalah Al-Majallah, (no. 806)][3]
Fatwa Terakhir Asy-Syaikh Bin Baz -rahimahullah- tentang Jama’ah Tabligh, setelah sebelumnya beliau sempat memuji mereka karena belum tahu hakikat sebenarnya tentang adanya penyimpangan-penyimpangan Jama’ah Tabligh [4]
Asy- Syaikh Abdul Aziz bin Baz -rahimahullah- pernah ditanya tentang Jama’ah Tabligh. Penanya itu berkata, Syaikh yang mulia, kami telah mendengarkan adanya Jama’ah Tabligh dan usaha dakwah mereka. Apakah anda menyarankan kami untuk bergabung dalam Jama’ah ini? Saya mengharapkan pengarahan dan nasehat. Semoga Allah memperbesar balasan pahala anda”.
Beliau menjawab , “Setiap orang yang mengajak dan berdakwah ke jalan Allah, maka ia itu disebut muballigh (penyampai dakwah) berdasarkan hadits [“Sampaikanlah dariku walau sebuah ayat”]. Akan tetapi Jama’ah Tabligh yang terkenal berasal dari India, mereka itu memiliki khurafat, beberapa macam bid’ah dan kesyirikan. Maka tidak boleh seorang KHURUJ (keluar berdakwah) bersama mereka, kecuali jika ia memiliki ilmu, maka dia boleh keluar untuk mengingkari dan mengajari mereka. Adapun jika ia keluar hanya sekedar ikut-ikutan dengan mereka, maka tidak boleh. Karena mereka itu memiliki khurafat, kekeliruan, dan sedikit ilmunya. Akan tetapi, jika Jama’ah Tabligh, ada orang selain dari (jama’ah) mereka yang memiliki ilmu dan bashirah, maka ia boleh keluar bersama mereka untuk berdakwah di Jalan Allah[5], atau misalnya ada orang yang memiliki ilmu dan bashirah, ia boleh keluar bersama mereka agar bisa memberikan keterangan, pengingkaran, pengarahan menuju kebaikan, dan pengajaran terhadap mereka sampai mereka mau meninggalkan madzhab mereka yang batil, dan memilih madzhab Ahlis Sunnah Wal Jama’ah”.[6]
(Ditranskrip dari kaset “Fatwa Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Baz ‘ala Jama’atit Tabligh” yang direkam di Thaif kira-kira dua tahun sebelum beliau wafat, dan didalamnya terdapat bantahan terhadap talbis (tipu daya) Jama’ah Tabligh dengan berpegang pada fatwa lama Asy-Syaikh Bin Baz –rahimahullah- ketika memuji mereka, sebelum jelas bagi beliau akan hakikat keadaan dan manhaj Jama’ah Tabligh)[7].
Semoga Jama’ah Tabligh dan orang-orang simpati kepada mereka bisa mengambil faedah dari fatwa ini, sebab fatwa ini beliau ucapkan berdasarkan realita Jama’ah Tabligh, aqidah mereka, manhaj mereka dan imam-imam yang mereka ikuti.

Penegasan Asy-Syaikh Bin Baz –rahimahullah- bahwa Ikhwanul Muslimin dan Jama’ah Tabligh adalah ahlul bid’ah, masuk dalam 72 golongan sesat

Samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Baz -rahimahullah- ditanya, “Semoga Allah memperbaiki kondisi Anda. Hadits Nabi -shallallahu‘alaihi wa sallam tentang perpecahan umat yang berbunyi: [“Umatku akan berpecah-belah menjadi 73 golongan kecuali satu”]. Apakah Jama’ah Tabligh dengan berbagai macam kesyirikan dan bid’ah yang mereka kerjakan, dan Jama’ah Al-Ikhwanul Muslimun dengan berbagai macam hal yang ada pada mereka berupa perpecahan, membelot, tidak taat dan tidak mendengar terhadap pemerintah. Apakah kedua kelompok ini termasuk 72 golongan yang binasa tersebut ?
Beliau -semoga Allah Ta’ala mengampuni dan meliputi beliau dengan rahmatNya- menjawab: “Masuk dalam 72 golongan. Semua orang yang menyelisihi aqidah Ahlis Sunnah masuk dalam 72 golongan tersebut. Yang dimaksud dengan (Ummatku) adalah Umat Ijabah (yang menerima dakwah Islam) dan mau mengikutinya, jumlahnya ada 73 golongan, hanya saja ada satu golongan yang selamat karena mau mengikuti beliau dan istiqomah di atas agamanya. 72 golongan di antara mereka ada yang kafir, pelaku maksiat dan ahli bid’ah dengan berbagai macam coraknya”.
Penanya menimpali : “Maksudnya kedua kelompok ini masuk dalam kategori 72 golongan tersebut?”
Beliau menjawab : “Ya, keduanya masuk dalam kategori 72 golongan tersebut, begitu juga Murji’ah dan lainnya, Murji’ah dan Khowarij. Sebagian ulama’ memandang bahwa Khowarij termasuk golongan yang telah keluar dari Islam, tapi masuk dalam kategori 72 golongan tersebut”.[8]
  • Fatwa Muhadditsul ‘Ashr Al-‘Allamah Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani –rahimahullah- tentang Penegasan beliau bahwa Ikhwanul Muslimin bukan termasuk Ahlus Sunnah, bahkan memerangi Sunnah

Beliau -rahimahullah- berkata dalam kaset yang berjudul “Muhawarah ma’a Ahadi Atba’i Muhammad Surur”: “Tidak benar jika dikatakan bahwa Ikhwanul Muslimin termasuk Ahlus Sunnah, karena mereka justru memerangi Sunnah”.
Beliau -rahimahullah- pernah ditanya, “Apa pendapat anda tentang Jama’ah Tabligh. Apakah boleh bagi seorang tholibul ilmi (penuntut ilmu) atau yang lainnya keluar bersama mereka (Jama’ah Tabligh) dengan dalih berdakwah ke jalan Allah?
Beliau menjawab, “Jama’ah Tabligh tidak berdiri di atas manhaj Kitabullah, Sunnah Rasul-Nya shallallahu‘alaihi wa sallam dan manhaj As- Salafus Shalih. Jika demikian halnya, maka tidak boleh keluar berdakwah bersama mereka karena hal itu bertentangan dengan manhaj kita di dalam menyampaikan dan mendakwahkan manhaj As- Salafus Shalih. Hanya seorang alim-lah yang boleh keluar berdakwah di jalan Allah, adapun orang-orang yang keluar berdakwah bersama mereka (Jama’ah Tabligh), maka kewajiban mereka adalah tetap tinggal di negara mereka dan belajar di masjid-masjid mereka sehingga bisa berbuah dari tangan-tangan mereka ulama yang mampu berdakwah di jalan Allah. Jika keadaannya masih seperti itu, maka para penuntut ilmu harus mengajak mereka untuk mempelajari Kitabullah dan Sunnah serta mengajak manusia kepada Sunnah di negara mereka masing-masing.
Mereka (Jama’ah Tabligh) tidak punya perhatian untuk berdakwah kepada Kitabullah dan Sunnah sebagai prinsip umum. Bahkan mereka menganggap dakwah seperti ini sebagai pemecah-belah. Karenanya, mereka layaknya seperti Jama’ah Al-Ikhwanul Muslimin.
Mereka berkata bahwa dakwah mereka tegak di atas Al-Kitab dan Sunnah, tapi ini hanya sekedar pengakuan saja. Mereka itu tidak dikumpulkan oleh suatu aqidah apapun. Orang ini beraqidah Maturidiyah, yang ini Asy’ariyah, yang ini Sufi dan yang lainnya tidak ada madzhabnya.
Hal ini bisa terjadi karena dakwah mereka dibangun di atas suatu prinsip: “Mari bersatu, kemudian belajar ilmu”, sedangkan pada hakekatnya mereka itu tidak punya ilmu pengetahuan. Telah berlalu pada mereka lebih dari setengah abad, namun tidak ada seorang Ulama pun di antara mereka.
Adapun kami, maka kami katakan, “Belajarlah dulu, baru berkumpul” sehingga berkumpul itu dibangun berdasarkan prinsip yang tidak ada perselisihannya di dalamnya.
Jadi, dakwah Jama’ah Tabligh merupakan dakwah Neo-shufiyyah (Sufi Moderen), hanya mengajak orang ke akhlak, adapun usaha memperbaiki aqidah masyarakat, maka mereka hanya berdiam-diri dan tidak berusaha. Karena ini (dakwah kepada aqidah yang benar) menurut sangkaan mereka bisa memecah belah umat. Telah terjadi surat-menyurat antara Saudara Sa’ad Al-Hushoin dengan Pemimpin Jama’ah Tabligh di India atau Pakistan, melalui surat itu terbukti bahwa mereka (Jama’ah Tabligh) menetapkan bolehnya tawassul (bid’ah-pent.), istighotsah (dengan selain Allah-pent.) dan banyak lagi perkara lainnya yang sejenis ini. Mereka menuntut para pengikutnya untuk membai’at empat buah tarekat, seperti Tarekat Naqsyabandiyyah, maka setiap anggota Tabligh, harus berbai’at menurut prinsip ini. Mungkin sebagian orang berkata : [Jama'ah ini, dengan sebab usaha sebagian di antara pengikutnya, banyak di antara manusia sadar dan mau kembali ke jalan Allah. Bahkan terkadang sebagian orang non-muslim masuk Islam melalui tangan mereka. Bukankah ini cukup untuk membolehkan kita untuk keluar dan berkecimpung bersama mereka dalam berdakwah]. Kami jawab, Sesungguhnya ucapan ini telah kami ketahui dan sering dengar, kami ketahui ucapan ini dari orang-orang sufi!!
Sebagai contoh, disana ada seorang syaikh aqidahnya rusak dan tidak mengetahui sunnah sama sekali, bahkan ia memakan harta orang lain dengan cara yang batil…, sekalipun demikian kebanyakan orang-orang fasiq bisa bertaubat lewat tangan syaikh tersebut…!
Setiap jama’ah yang mengajak kepada kebaikan tentu ada pengikutnya, tapi kita perlu lihat isinya, apa yang mereka dakwahkan? Apakah mereka mengajak orang mengikuti Kitabullah, hadits-hadits Rasul -shallallahu alaihi wa sallam dan aqidah As-Salafus Shalih serta tidak fanatik buta kepada madzhab tertentu, dan mengikuti sunnah dimanapun ia berada dan bersama siapapun?! Jadi, Jama’ah Tabligh tidaklah memiliki manhaj ilmiyyah, tapi manhaj mereka disesuaikan dengan lingkungan mereka berada. Mereka ibaratnya seperti bunglon. ” [ Lihat al- Fatawa al-Imaratiyah, Asy-Syaikh Al-Albanirahimahullah-, pertanyaan no . 73 hal . 38]
  • Fatwa Faqihuz zaman Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin –rahimahullah- tentang berbilangnya jama’ah Islamiyah yang masing-masing memiliki pemahaman menyimpang

Asy-Syaikh Al-‘Utsaiminrahimahullah- ditanya, “Apakah ada dalil dari kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya shallallahu’alaihi wa sallam yang membolehkan berbilangnya jama’ah-jama’ah Islamiyah?”
Maka beliau menjawab, “Tidak ada dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dalil yang membolehkan berbilangnya jama’ah dan kelompok, bahkan yang ada dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dalil yang mencela hal itu, Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِيْنَ فَرَّقُوا دِيْنَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.”(QS. Al-An’am: 159)
Tidak diragukan lagi hal itu telah menafikkan (meniadakan) perintah Allah, bahkan apa yang Allah tekankan dalam firman-Nya:
وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُوْنِ
“Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Rabbmu, maka bertakwalah kepada-Ku.”(QS. Al-Mu`minun: 52)
Terlebih lagi jika kita melihat bagaimana pengaruh dari perpecahan dan pengelompokan ini, ketika setiap kelompok mencerca lainnya, mencaci dan men-tafsiq (menganggap fasiq), bahkan bisa jadi bahayanya lebih dari itu. Oleh karena itu, saya memandang bahwa berkelompok-kelompok seperti ini salah.” [Lihat Majalah al-Jundi al-Muslim, (no. 83), Rabi’ul Awwal 1417 H]
  • Fatwa Anggota Lajnah Daimah, Fadhilatusy Syaikh Abdur Razaq ‘Afifi –rahimahullah- tentang Jama’ah Tabligh

Asy-Syaikh Abdur Razaq ‘Afifi–rahimahullah- ditanya tentang khuruj-nya Jama’ah Tabligh dalam rangka mengingatkan manusia kepada keagungan Allah?
Maka beliau berkata : “Pada kenyataannya, sungguh mereka adalah para mubtadi’ yang memutar balikkan kebenaran serta pelaku tarekat Qadiriyah dan tarekat lainnya. Dan khuruj mereka bukanlah di jalan Allah, akan tetapi di jalan Ilyas (yakni Muhammad Ilyas, pendiri Jamaah Tabligh), mereka tidak mengajak kepada al-Qur’an dan as-Sunnah, akan tetapi mengajak kepada Ilyas, Syaikh mereka di Bangladesh.
Adapun khuruj dengan tujuan dakwah kepada Allah, itulah khuruj di jalan Allah, bukan khurujnya Jamaah Tabligh. Saya mengetahui Jamaah Tabligh sejak lama, mereka adalah pembuat bid’ah di manapun mereka berada, di Mesir, di Israel[9], di Amerika, di Saudi, dan setiap mereka selalu terikat dengan Syaikh mereka, yaitu Ilyas.” [Lihat Fatawa wa Rosa'il Samahatis Syaikh Abdir Razzaq ‘Afifi (1/174)]
  • Fatwa Al-‘Allamah Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan –hafizhahullah- tentang Jama’ah Tabligh, Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir

Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan–hafizhahullah- ditanya: “Apa hukumnya keberadaan kelompok-kelompok seperti Jamaah Tabligh, Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir dan lain-lain di negeri-negeri muslimin secara umum?”
Beliau berkata : “Jama’ah-jama’ah pendatang ini wajib untuk tidak kita terima, karena mereka ingin menyesatkan kita dan memecah-belah kita. Menjadikan yang ini ikut jama’ah Tabligh, yang ini ikut Ikhwanul Muslimin, yang ini ikut itu dan seterusnya.
Kenapa berpecah seperti ini? Ini termasuk kufur terhadap nikmat Allah Ta’ala . Padahal kita berada di atas satu jamaah dan agama kita jelas. Kenapa kita menjadikan yang rendah sebagai ganti yang baik , padahal Allah telah memuliakan kita dengan adanya persatuan, hubungan yang erat dan jalan yang benar . Kenapa kita meninggalkan semua nikmat itu, kemudian ber-intima’ kepada jama’ah-jama’ah tersebut yang akan memecah belah kita, melemahkan kekuatan dan menimbulkan permusuhan antara kita?! Hal ini tidak boleh selamanya”.[10]
Penegasan Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan bahwa jama’ah yang menyimpang dalam dakwah dan aqidah dan siapa yang ber-intima’ kepada jama’ah tersebut adalah ahlul bid’ah, masuk dalam 72 golongan yang sesat, bukan ahlus sunnah.
Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah ditanya, apakah jama’ah-jama’ah yang ada sekarang masuk dalam 72 golongan yang binasa[11]?
Maka beliau hafizhahullah berkata, “Ya, setiap muslim yang menyelisihi Ahlus Sunnah wal Jama’ah, baik dalam permasalahan dakwah, atau aqidah, atau satu masalah pokok keimanan, maka dia masuk dalam 72 golongan tersebut, dan ia terancam dengan adzab Allah (dalam hadits iftiroq) dan ia layak mendapat celaan dan hukuman sesuai kadar penyimpangannya.” [Lihat Al-Ajwibah Al-Mufidah ‘anil As'ilatil Manahijil Jadidah (hal. 36), cet. Dar Al-Minhaj, 1426 H]
Beliau hafizhahullah juga berkata: “Maka jama’ah-jama’ah saat ini yang memiliki penyelisihan-penyelisihan terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah, orang yang menggolongkan diri ke dalam jama’ah tersebut dianggap sebagai seorang mubtadi’.” [Lihat Al-Ajwibah Al-Mufidah ‘anil As'ilatil Manahijil Jadidah (hal. 28), cet. Dar Al-Minhaj, 1426 H]
  • Fatwa Anggota Lajnah Daimah, Fadhilatusy Syaikh Abdullah bin Ghudayan –hafizhahullah-

Beliau berkata, “Negeri (Saudi) ini sebelumnya tidak mengenal nama jama’ah-jama’ah, akan tetapi datang ke negeri ini orang-orang dari luar dan setiap mereka mendirikan cabang jama’ah yang ada di negeri mereka. Maka sekarang negeri kita terdapat kelompok yang dinamakan Ikhwanul Muslimin, Jama’ah Tabligh dan jama’ah-jama’ah lain masih banyak. Setiap mereka memiliki pemimpin dan mereka ingin agar manusia mengikuti jama’ahnya, serta mengharamkan dan melarang manusia untuk mengikuti selain jama’ahnya. Dan setiap mereka juga berkeyakinan bahwa jama’ahnya itulah yang berada di atas al-haq, sedang jama’ah-jama’ah lain di atas kesesatan, kalau begitu ada berapa banyak kebenaran di dunia ini?!
Padahal kebenaran itu hanya satu, sebagaimana yang pernah aku sampaikan kepada kalian; bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah menjelaskan tentang perpecahan ummat-ummat, sedang ummat ini akan berpecah menjadi 73 golongan, semuanya di neraka kecuali satu, para Sahabat bertanya, siapa satu golongan itu wahai Rasulullah, beliau menjawab, “Siapa saja yang mengikuti aku dan para sahabatku”.
Setiap jama’ah tersebut menetapkan aturan tertentu bagi angotanya, memiliki pemimpin dan masing-masing jama’ah itu mengadakan bai’at dan menginginkan anggotanya untuk loyal kepada jama’ahnya, maka pada akhirnya mereka memecah belah manusia…” (Simak kaset Fatawa al-‘Ulama fil Jama’at wa Atsaruha ‘ala Biladil Haramain, Tasjilat Minhajus Sunnah, Riyadh)
  • Fatwa Asy-Syaikh Al-Muhaddits Abdul Muhsin A l-‘Abbad - hafizhahullah –

Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbadhafizhahullah- ditanya tentang Jama’ah Tabligh dan Ikhwanul Muslimin, maka beliau berkata,
“Tentang kelompok-kelompok baru ini, pertama: awal berdirinya pada abad ke-14 Hijriyah, sebelum abad tersebut mereka belum ada, kemudian lahir pada abad tersebut. Sedangkan manhaj yang benar dan jalan yang lurus yang mana Rasulullah -shallallahu‘alaihi wa sallam- dan para sahabat berjalan di atasnya keberadaannya sudah sejak Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- diutus. Barangsiapa yang mengikuti kebenaran dan petunjuk ini dialah yang selamat dan sukses, barangsiapa yang berpaling darinya maka dialah yang menyimpang.
Jama’ah-jama’ah tersebut telah dimaklumi bahwa padanya ada kebenaran dan kesalahan, akan tetapi kesalahan-kesalahan mereka adalah dosa besar (kabirah) dan berbahaya (‘azhimah). Jadi, berhati-hatilah darinya dan bersemangatlah dalam mengikuti jama’ah Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan mereka yang berada di atas manhaj as-Salafus Shalih.”
Kemudian beliau berkata:
“Sebagai contoh, jama’ah Ikhwanul Muslimin, prinsip mereka; siapa yang bergabung bersama mereka maka dia adalah sahabat mereka, yang kemudian dicintai. Adapun yang tidak bergabung maka mereka anggap berbeda dengan mereka. Adapun anggota mereka, meskipun dia adalah seburuk-buruknya makhluk Allah; meskipun dia seorang Syi’ah Rafidhah, maka dia tetap dianggap sebagai saudara dan sahabat mereka. Oleh karenanya diantara manhaj mereka adalah mengumpulkan segala jenis manusia meskipun seorang Syi’ah Rafidhah yang membenci para Sahabat Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, yang tidak mau mengambil kebenaran yang datang dari Sahabat, apabila ia bergabung bersama mereka maka dia adalah sahabat mereka dan dianggap sebagai anggota mereka, memiliki hak dan kewajiban yang sama.” (Kaset Fatawa al-‘Ulama fil Jama’at wa Atsaruha ‘ala Biladil Haramain, Tasjilat Minhajus Sunnah, Riyadh)
  • Fatwa anggota Haiah Kibaril Ulama dan Pimpinan Pengadilan Tinggi, Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Muhammad Al-Luhaydan –hafizhahullah-

Beliau berkata, “Ikhwanul Muslimin dan Jama’ah Tabligh bukanlah termasuk pengikut manhaj yang benar, karena sesungguhnya setiap jama’ah yang menyimpang dan penamaan-penamaan mereka tidak ada asalnya dari Salaf ummat ini. Adapun jama’ah pertama yang muncul dengan membawa nama baru adalah Jama’ah Syi’ah, mereka menamakan diri dengan Syi’ah, sedang kelompok sesat Khawarij (meski yang pertama muncul sebelum Syi’ah) namun mereka tidak menamakan apapun untuk kelompok mereka, kecuali dengan nama orang-orang yang beriman.” (Kaset Fatawa al-‘Ulama fil Jama’at wa Atsaruha ‘ala Biladil Haramain, Tasjilat Minhajus Sunnah, Riyadh)
  • Fatwa Anggota Haiah Kibaril Ulama, Asy-Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid –rahimahullah-

Beliau berkata: “Sesungguhnya pendirian satu kelompok dalam Islam yang menyelisihi ajaran Islam baik secara global maupun parsial tidak dibenarkan, dan konsekuensinya adalah tidak boleh pula bergabung dengannya, maka hendaklah kita menjauhi semua kelompok itu.” (Lihat Hukmul Intima’, hal. 153)
  • Fatwa Menteri Agama Saudi Arabia, Ma’alisy Syaikh Al-Faqih Shalih Alusy Syaikh –hafizhahullah- tentang Ikhwanul Muslimin

Beliau berkata: “Adapun jama’ah Ikhwanul Muslimin, sesungguhnya diantara metode dakwah yang mereka tempuh adalah berkumpul, gerakan rahasia, tidak konsisten pada satu prinsip, pendekatan kepada seorang yang mereka pandang bisa memberikan manfaat, tidak menampakkan hakikat mereka yang sebenarnya, yakni: mereka sebenarnya sama dengan salah satu bentuk gerakan bathiniyyah.
Hakikat mereka (di negeri Saudi) sengaja ditutupi, bahkan diantara mereka ada yang bergaul dengan sebagian ulama dan masyayikh (syaikh) dalam waktu yang cukup lama. Namun Syaikh tersebut tidak pernah mengetahui hakikat mereka, karena yang mereka katakan berbeda dengan yang mereka sembunyikan. Mereka tidak pernah menampakkan kepada para ulama tentang semua ajaran mereka.
Juga diantara penyimpangan mereka dan termasuk pokok ajaran mereka adalah menutup akal para pengikut gerakan mereka dari mendengarkan pendapat yang menyelisihi manhaj mereka, dengan menggunakan metode yang beraneka ragam, diantaranya:
  • Menyibukkan para pemuda dengan kegiatan-kegiatan organisasi sejak pagi hingga malam hari, sehingga mereka tidak sempat lagi mendengarkan pendapat lain
  • Mentahdzir dari orang-orang yang mengkritik mereka. Jika ada seseorang yang mengetahui penyimpangan manhaj dan ajaran mereka kemudian mengkritik mereka demi memperingatkan para pemuda agar tidak terjerat pada hizbiyah, maka mereka akan mentahdzir dari orang tersebut dengan berbagai macam cara, terkadang dengan mencelanya, terkadang dengan berdusta atasnya, terkadang dengan tuduhan dusta dan mereka tahu bahwa itu dusta, dan terkadang dengan mencari-cari kesalahannya kemudian membesar-besarkan kesalahan tersebut. Semua itu mereka tempuh demi untuk menghalangi manusia dari mengikuti al-haq dan hidayah. Maka dalam hal ini mereka serupa dengan kaum musyrikin, yakni salah satu perangai kaum musyrikin ketika mereka meneriaki Rasulullah – shallallahu’alaihi wa sallam – di tengah-tengah keramaian bahwa beliau adalah orang yang berpindah agama dan menuduh beliau dengan berbagai macam kedustaan agar dapat menghalangi manusia dari mengikuti Rasulullah – shallallahu’alaihi wa sallam – .
Demikian pula termasuk penyimpangan Ikhwanul Muslimin adalah , mereka tidak mengagungkan As-Sunnah dan tidak pula mencintai Ahlus Sunnah, meskipun secara umum mereka tidak menampakkan hal tersebut. Akan tetapi hakikat mereka, tidaklah mencintai Sunnah dan tidak mendoakan Ahlus Sunnah.
Kami telah menyaksikan sendiri kenyataan itu pada sebagian orang yang ber-intima’ kepada mereka atau bergaul dengan mereka, maka engkau dapati jika ada seseorang telah mulai tertarik untuk membaca kitab-kitab as-Sunnah, seperti Shahih al-Bukhari atau menghadiri majelis sebagian masyaikh untuk mempelajari kitab-kitab as-Sunnah, maka mereka akan memperingatkan orang tersebut dan mengatakan kepadanya bahwa mendalami kitab-kitab As-Sunnah dan menghadiri majelis para ulama tidak ada manfaatnya buatmu, “Apa manfaatnya Shahih al-Bukhari kepadamu? Apa manfaatnya hadits-hadits ini? Lihatlah ulama-ulama itu, bagaimana keadaan mereka? Apa manfaat mereka bagi kaum muslimin? Padahal kaum muslimin dalam keadaan seperti sekarang ini, begini dan begitu”.
Intinya mereka tidak menginginkan pengajaran sunnah ada diantara mereka, tidak pula mencintai Ahlus Sunnah, apalagi perkara yang lebih mendasar dari pada itu, yaitu perkara aqidah secara menyeluruh.”
Kemudian setelah itu Asy-Syaikh Al-Faqih Shalih Alus Syaikh – hafizhahullah - memperingatkan, juga diantara penyimpangan mereka:
  • Berusaha mencapai puncak kekuasaan di segala bidang agar bisa menempatkan anggota-anggotanya pada posisi-posisi penting dalam setiap bidang.
  • Al-Wala’ dan al-Bara’ di kalangan mereka adalah karena kelompok, bukan lagi karena Islam.
  • Tujuan dakwah dan manhaj mereka untuk mencapai kekuasaan, kurang sekali perhatian kepada dakwah tauhid dan sunnah
  • Berbicara tentang aib-aib penguasa demi menggalang dukungan.[12]
  • Menghindari pembicaraan tentang peringatan dan nasihat atas kesalahan-kesalahan manusia karena khawatir tidak memperoleh dukungan.[13]
Kemudian beliau menutup dengan menyebutkan nasib seorang yang mungkin telah bergabung bersama mereka bertahun-tahun lamanya, beliau berkata, “Sesungguhnya Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- telah mengabarkan bahwa pertanyaan kubur itu ada tiga; seorang akan ditanya tentang Rabb-nya, agamanya dan Nabinya -shallallahu’alaihi wa sallam-. Ada seorang yang telah bergabung bersama kelompok Ikhwanul Muslimin dalam waktu yang cukup lama, namun dia tidak memahami apa yang bisa menyelamatkannya jika dia telah dimasukkan ke dalam kubur .
Kalau begitu, apakah mereka telah menasihatinya? Apakah mereka menginginkan kebaikan untuknya? Tidak, mereka hanyalah memanfaatkannya untuk mencapai tujuan mereka. Andaikan mereka benar-benar mencintai kaum muslimin tentunya mereka bersungguh-sungguh dalam menasihati kamu muslimin agar selamat dari adzab Allah, yaitu dengan mengajarkan tauhid, sebab tauhid adalah perkara pertama yang akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat.” (Kaset Fatawa al-‘Ulama fil Jama’at wa Atsaruha ‘ala Biladil Haramain, Tasjilat Minhajus Sunnah, Riyadh)
  • Fatwa Lajnah Daimah

Sebagaimana yang telah dipahami bahwa para Ulama menjawab sesuai dengan pertanyaan dan melihat kondisi orang yang bertanya. Jadi, tidak boleh kita hanya melihat satu fatwa tanpa melihat yang lainnya.
Oleh karenanya, kita dapati beberapa fatwa Lajnah Daimah, selintas membenarkan seseorang bergabung dengan jama’ah-jama’ah sesat, seperti Ikhwanul Muslimin dan Jama’ah Tabligh, padahal pada umumnya pertanyaan yang diajukan tidak disertai dengan penyebutan kesesatan-kesesatan jama’ah-jama’ah tersebut secara detail. Berbeda jika seseorang menyebutkan kesesatan-kesesatan jama’ah tersebut secara terperinci seperti berikut ini:
Pertanyaan:“Aku telah membaca dari para Masyaikh sekalian beberapa fatwa, dimana Anda mendorong para penuntut ilmu untuk keluar bersama Jama’ah Tabligh, dan -alhamdulillah- kami telah keluar bersama mereka dan kami telah mendapatkan manfaat yang banyak, akan tetapi wahai Syaikhku yang mulia, aku telah menyaksikan sebagian amalan jama’ah ini yang tidak berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, diantaranya:
  1. Membuat kumpulan dalam masjid, dua orang atau lebih, kemudian membaca 10 surat terakhir dari al-Qur’an, dan senantiasa melakukan amalan ini setiap kami khuruj
  2. I’tikaf pada setiap hari kamis secara terus-menerus
  3. Penetapan waktu untuk khuruj, yaitu 3 hari dalam sebulan, 40 hari dalam setahun, 4 bulan sekali seumur hidup
  4. Doa bersama, yang dilakukan secara terus-menerus setiap kali selesai bayan
Maka bagaimana wahai Syaikhku yang mulia, jika aku khuruj (keluar berdakwah) bersama Jama’ah Tabligh dan berinteraksi dengan amalan-amalan yang tidak berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- ini? Perlu diketahui wahai Syaikhku yang mulia, sangat sulit mengubah manhaj ini, sebab hal ini telah menjadi metode dakwah mereka. Lantaran itu, kami harapkan penjelasan masalah ini?”
Jawaban:“Apa yang engkau sampaikan tentang amalan-amalan jama’ah ini semuanya adalah bid’ah, maka tidak boleh bergabung dengan mereka sampai mereka berpegang teguh dengan manhaj al-Qur’an dan as-Sunnah dan meninggalkan kebid’ahan, baik pada perkataan, perbuatan dan keyakinan. Wabillahi at-taufiq, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa Alihi wa Shahbihi wa sallam”.
[Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts al-Ilmiyah wal Ifta. Ketua: Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz. Anggota: Asy-Syaikh Abdullah bin Ghudayan, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, Asy-Syaikh Abdul Aziz Alusy Syaikh, Asy-Syaikh Bakr Abu Zaid. (Pertanyaan kedua dari fatwa no. 17776, Asy-Syamilah)]
Fatwa Lajnah Daimah tentang berbilangnya jama’ah dengan manhaj yang menyimpang dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah sebagai berikut:
Pertanyaan:“Apa hukumnya berbilangnya jama’ah yang ada saat ini, apabila aku berpegang dan cenderung dengan salah satu pemikiran jama’ah Islamiyah. Bolehkah aku mengkuti metode ini, meskipun kedua orang tuaku menentangku, dan bahkan bersumpah tidak akan meridhoiku selamanya, jika aku mengikuti metode jama’ah ini, maka bagaimanakah solusinya?”
Jawaban:Hendaklah engkau mengikuti manhaj (metode) Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yang mana Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- telah membimbing kita untuk mengikutinya ketika munculnya kelompok-kelompok sesat. Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- bersabda,
وستفترق هذه الأمة على ثلاث وسبعين فرقة كلها في النار إلا واحدة . قالوا : وما هي يا رسول الله ؟ قال : من كان على مثل ما أنا عليه اليوم وأصحابي
“Ummatku akan berpecah menjadi 73 golongan; semuanya di neraka, kecuali satu. Para Sahabat bertanya , “Apa satu golongan itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang mengikuti jalanku dan para Sahabatku pada hari ini”. [HR. At-Tirmidzi (no. 2641)][14]
Hendaklah engkau mengikuti jama’ah yang bermanhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah . Wabillahi at-taufiq, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa Alihi wa Shahbihi wa sallam.
[Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts al-Ilmiyah wal Ifta. Ketua: Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz. Anggota: Asy-Syaikh Abdur Razaq ‘Afifi, Asy-Syaikh Abdullah bin Ghudayan, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, Asy-Syaikh Abdul Aziz Alusy Syaikh, Asy-Syaikh Bakr Abu Zaid. ( Pertanyaan kedua dari Fatwa no. 16063, Asy-Syamilah)
(Artikel ini dialihtuliskan untuk umum dari artikel khusus kami di http://www.almakassari.com dengan editor: Al-Ustadz Abu Faizah Abdul Qodir, Lc, jazaahullahu khairon)
==============
Footnote :
==============
[*] Kebanyakan fatwa-fatwa berikut kami kutip melalui perantara sebuah risalah yang berjudul Majmu’ Fatawa al-‘Ulama fil Jama’at al-Islamiyah. Barangsiapa yang ingin membaca aslinya atau mendengarkan rekamannya, silakan kunjungi: http://www.fatwa1.com/anti-erhab/hezbeh/ftawa_jamaat.html
[1] Lihat Al-Qoul Al-Baligh fit Tahdzir min Jama’ah At-Tabligh (hal. 289) karya Asy- Syaikh Hamud At-Tuwaijiry rahimahullah - .
[2] Apa yang dinyatakan Syaikh –rahimahullah- merupakan waqi’ (realita) yang sulit diingkari. Kita yang berada di Indonesia menjadi saksi hidup atas ucapan beliau. [ed]
[3] Lihat Al-Ajwibah Al-Mufidah (hal. 122-123), cet. Dar Al-Minhaj, 1426 H.
[4] Di sini ada suatu pelajaran bagi kita bahwa hendaknya kita jangan tergesa-gesa untuk berpegang pada fatwa Ulama yang membolehkan bergabungnya seseorang dengan kelompok-kelompok sesat, karena bisa jadi sang alim tersebut belum mengetahui secara hakiki tentang kesesatan mereka. Sedang kebiasaan setiap kelompok sesat, awalnya selalu menyembunyikan ajaran-ajaran mereka.
[5] Semoga Allah merahmati Syaikh. Andaikan mereka itu mau menerima nasehat dan pengarahan dari para Ulama atau orang yang menasihati mereka, sehingga bert au bat dari bid’ahnya, niscaya tidak ada masalah keluar berdakwah bersama mereka. Hanya sayangnya realita menguatkan bahwa mereka itu tidak mau menerima nasihat dan tidak mau rujuk dari kebatilan mereka, karena kuatnya fanatisme mereka dan kuatnya pengikutan mereka terhadap bid’ah mereka. Andaikan mereka itu mau menerima nasehat para ulama, niscaya mereka telah meninggalkan manhaj mereka yang batil, lalu menempuh jalan Ahli Tauhid dan Sunnah. [ed]
[6] Lihat An-Nashr Al-Aziz ala Ar-Rodd Al-Wajiz (hal. 173-174), karya Syaikh Robi’ bin Hadi Al-Madkholiy -hafizhohullah-, cet. Maktabah Al-Furqon, UEA, 1422 H. Di dalam kitab ini terdapat beberapa nukilan fatwa ulama yang membantah para pejuang Muwazanah (semisal WI) yang selama ini membela muwazanah!! [ed]
[7] Sebenarnya Jama’ah Tabligh tidak layak berpegang dengan fatwa Syaikh bin Baaz, sebab -menurut JT- Syaikh bin Baaz adalah WAHHABI. Sedang WAHHABI dalam pandangan JT adalah kaum yang menyimpang dan sesat. Lalu mengapa mereka kesana-kemari membawa fatwa lamaSyaikh Baaz yang telah terhapus dengan adanya fatwa di atas??! Jawabnya, karena di dalam fatwa lama itu ada dukungan bagi mereka, menurut pandangan mereka. Tuduhan sesatnya WAHHABI alias Ahlus Sunnah Salafiyyun secara sharahah (terang-terangan) telah dinyatakan oleh Jama’ah Tabligh, seperti Dua Penulis JT (Ustadz Adil Akhyar dan Ustadz Muslim Al-Bukhori) dalam buku mereka yang berjudul “Quo Vadis, Hendak Ke Mana Salafy”, cet. Pustaka Zadul Ma’ad, Bandung. Perlu juga diketahui bahwa di dalam buku JT ini dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Ahlus Sunnah adalah Asy’ariyyah dan Maturidiyyah!! Ini tentunya salah, sebab kedua paham sesat ini baru muncul setelah lama meninggalnya Nabi -Shollallahu alaihi wa sallam- dan para sahabat!!! Selain itu, kedua paham ini banyak menyelisihi manhaj Salaf dalam bab Asmaa’ wash shifat. Oleh karena itu, kami heran jika ada yang menyatakan bahwa JT adalah Ahlus Sunnah, sementara mereka berlepas diri dari manhaj salaf Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Afiiquu yaa syabaabal shohwah min naumikum… [ed]
[8] ini ditranskrip dari sebuah kaset yang berisi ceramah pelajaran “Syarh Al-Muntaqo” yang beliau sampaikan di Tho’if, kurang-lebih dua tahun sebelum beliau meninggal, yakni tahun 1419 H. Teks asli dan rekaman fatwa Asy-Syaikh Bin Baz –rahimahullah- dapat didownload di sini: http://www.fatwa1.com/anti-erhab/hezbeh/ftawa_jamaat.html
[9] Sebagian Ulama telah mengoreksi penyebutan Israel bagi negara Yahudi, sebab Israel adalah nama Nabi yang mulia, Ya’qub ‘alaihissalam, sehingga orang-orang Yahudi pun berbangga dengan penamaan ini.
[10] Lihat Majmu’ Fatawa al-‘Ulama’ fil Jama’at al-Islamiyah, hal. 16, soft copy dari www. www.fatwa1.com
[11] Yaitu yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam hadits iftiroq, bahwa 72 golongan yang tidak mengikuti jalannya Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- dan para sahabatnya maka tempatnya di neraka.
[12] Jika anda ingin puas membaca celaan dan ghibah mereka, lihat saja majalah mereka. Misalnya -di Indonesia- mereka punya majalah berjudul Sabili. Majalah ghibah ini turut disebarkan oleh orang-orang Wahdah Islamiyah, walaupun isinya berupa celaan dan ghibah kepada pemerintah Indonesia yang muslim. Dimanakah dalil-dalil tentang haramnya ghibah mereka simpan. Apakah mereka sengaja melupakannya, atau pura-pura lupa?! Terserah jawabannya, yang jelas waqi’ mereka di Makassar, selalu kerjasama dengan IM. Tasyaabahat quluubuhum… [ed]
[13] Oleh karena itu, tak ada amar ma’ruf-nahi munkar (secara hakiki) dalam tubuh Ikhwanul Muslimin, sebagaimana halnya kondisi hizbiyyun lainnya, sebab mereka takut mad’u-nya (audiensnya) akan lari dari mereka, menurut sangkaannya. Padahal dakwah bukanlah memperbanyak pengikut. Tapi dakwah itu adalah tabligh al-bayan (menyampaikan penjelasan) tentang al-haq. [ed]
[14] Di-hasan-kan oleh Asy-Syaikh Al-Albani–rahimahullah- dalam Sholah Al-‘Iedain fi Al-Musholla (hal. 46)

Sumber: Nasihatonline

Senin, 17 Juni 2013

Dialog Dengan JT Bag 9 (Tamat)

Dialog Dengan JT : Berkah Da’wah Salafiyyah Kepada Tauhid

STI : selanjutnya,
Jalan-jalan dan berkunjunglah antum ke Ma’had An-Nuur Al Atsary di Ciamis, kemudian tanyakan kepada para ustadz dan santri di sana, -yang dengan izin dan pertolongan dari Allah- sudah berapa banyak pendeta yang berhasil mereka islamkan? Berapa banyak dari kaum muslimin yang dulunya murtad yang dengan izin dan pertolongan dari Allah kemudian dengan usaha tak kenal lelah dari para ustadz dan santri, mereka berhasil dikembalikan ke pangkuan Islam. Tanyakanlah ke penduduk kampung Selok Joro dan Kampung Laut, melalui tangan siapakah Allah kembalikan mereka kepada Islam setelah sebelumnya mereka Murtad? Tanyakanlah kepada mereka?
Kalau kalian mencari bukti lain berkah da’wah salafiyyah, maka tengoklah Kerajaan Saudi Arabia, sebuah negara yang berdiri di atas pondasi Tauhid, sunnah dida’wahkan, hukum had ditegakkan, meskipun kita tidak bisa mengatakan Saudi seperti negara yang dipimpin oleh Abu Bakar dan Umar, tapi adakah satu negara yang semisal Saudi saat ini. Jadi bukan satu keluarga atau satu kota tapi satu negara hidup tenang dan damai di bawah naungan panji-panji Tauhid dan Sunnah. Kita tidak mengatakan bahwa Saudi adalah negara yang semisal dengan negaranya Umar bin Abdul Aziz, di Saudi juga ada pencurian, ada perzinaan dan berbagai macam maksit dan bid’ah tapi para ulama tidak tinggal diam mereka berda’wah dan mengingatkan umat akan bahayanya maksiat dan bid’ah dan adakah kalian melihat negara yang semisal dengan Saudi Arabia sekarang yang melahirkan ulama-ulama besar yang kalian juga akui kebesaran dan keilmuan mereka seperti Asy Syaikh Bin Baz[1], Asy Syaikh Utsaimin dan Asy Syaikh Al Albany ataupu Asy Syaikh Muqbil dan banyak lagi, yang ingat bahwa mereka semua menisbatkan diri sebagai Salafy. Dan mereka semua telah berfatwa akan sesatnya Jama’ah Tabligh. Adakah kondisi yang sedemikian itu kalian jumpai di kota raya kalian di India, Pakistan atau Bangladesh yang seakan-akan kalian lebih muliakan melebihi dua tanah haram, Mekkah dan Madinah.

-------------------------------------------------------------
[1] Bahkan si JT Zakariyya mengatakan beliau (syaikh bin baz) adalah ulama suci karena adanya fatwa beliau yang membolehkan khuruj bersama JT yang fatwa tersebut beliau keluarkan sebelum mengetahui keadaan dan kondisi JT, Fatwa tersebut kemudian di ikuti oleh fatwa beliau berikutnya, di antara perkataan beliau,” Adapun jama’ah (firqah) Tabligh yang terkenal dari India itu, di dalamnya terdapat khurafat-khurafat, bid’ah-bid’ah dan kesyirikan-kesyirikan. Maka tidak boleh khuruj (keluar) bersama mereka. Kecuali kalau ada ulama yang ikut bersama mereka untuk mengajari mereka dan menyadarkan mereka, maka ini tidak mengapa. Insya-Allah akan datang pada tulisan-tulisan tentang fatwa para ulama mengenai JT

Dialog Dengan JT : Muhammad Ilyas “Semedi” di Kuburan


STI : yang terakhir, antum tahu nggak apa artinya nyembah, apa menurut antum yang namanya nyembah itu hanya rukuk atau sujud depan berhala, kemenyan atau shalat dikubur. Bukankah ana dah sebutkan makna ibadah sebelumnya, sekarang jawab pertanyaan ana lantas apa kiranya yang dilakukan oleh Muhammad Ilyas dengan duduk manis di sisi kubur Abdul Quddus Al Kankuhi dalam suatu ritual muraqabah Jistiyyah atau apa yang dilakukannya dengan duduk I’tiqaf bersemedi sisi makam Nur Muhammad Al Badayuni?[1]
JT : (dengan nada tinggi) jangan asal nuduh mana buktinya, emang salafy kerjanya tukang fitnah.
STI : sabar akhi, kalau antum gak percaya antum baca kitab Jama’ah Tabligh tulisan Mayyan Muhammad Aslam, atau kalau antum enggan untuk membacanya, karena menurut antum itu semua buang-buang waktu atau itu semua hanyalah fitnah, maka antum pulang dan bertanya kepada ‘ulama’ kalian yang kalian gelari ‘Maulana’ jangan yang baru antum panggil syaikh tapi cari pemimpin kalian yang selevel dengan In’am Hasan kemudian mintalah dia bersumpah atas nama Allah yang jika ia berkata dusta maka wajib bagi Allah memasukkannya ke neraka, kemudian tanyalah bahwa apakah benar Muhammad Ilyas melakukan yang saya sebutkan di atas?
JT : anggaplah begitu, tapi kan bukan berarti beliau menyembahnya, antum jangan asal nuduh.
STI : Taruhlah begitu, maka mari saya sampaikan sebuah kisah yang terjadi dizaman Tabi’in, saat itu ada seorang yang datang ke sisi kuburannya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk berdoa kepada Allah Azza Wa Jalla (bukan berdoa kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam), tapi ia didatangi oleh Ali Zainal ‘Abidin yang melarang dan mengingkarinya dengan keras kemudian beliau berkata, “maukah kau saya sampaikan sebuah hadits yang aku dengar dari bapakku (Husain bin ‘Ali) dari kakekku (‘Ali bin Abu Thalib) bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “jangalah kalian menjadikan kuburanku sebagai I’ed !!!!
Nah bagaimana kira-kira sikap ‘Ali bin Husain bin ‘Ali jika ia melihat perbuatan Muhammad Ilyas yang duduk manis di sisi kubur orang yang mengakui dan berkeyakinan serta telah dikuasai pemikiran wihdatul wujud semisal ‘Abdul Quddus Al Kankuhi. Dan bagaimana kiranya pendapat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melihat orang yang menjadikan kuburan sebagai mesjid atau tempat ibadah dan di Mesjid yang jadi markaz kalian di India sebagaimana persaksian Syaikh Rabi’ terdapat empat buah kuburan di dalamnya. Dan inilah Syaikh bin Baz, yang disebut ulama suci oleh sebagian dari kalian memfatwakan tidak sahnya shalat di dalam mesjid yang ada kuburannya, fatwa beliau tersebut di amini oleh semua ‘ulama.

------------------------------------------------------------------
[1] Lihat buku Mengenal Tokoh Tokoh Ikhwanul Muslimin terbitan Cahaya Tauhid Press hal 312

Dialog Dengan JT : Jika Hatinya Baik Maka Amalannya Pasti Baik

STI : adapun soal keyakinan maka benar, itu tempatnya dalam hati, tapi perbuatan seseorang melambangkan apa yang terdapat dalam hatinya. Bukankah kalian sendiri yang berdalil akan hadits bahwa barangsiapa yang bolak-balik ke mesjid maka saksikanlah bahwa dia orang beriman dan bukankah antum sendiri yang berkata bahwa amal berbanding lurus dengan iman [1], padahal bisa saja orang yang bolak-balik ke mesjid itu adalah orang munafik untuk menipu orang atau dia melakukannya hanya karena riya. Jadi kalau ada orang yang mengenakan jimat bahkan masih datang ke dukun, maka akankah kita masih mengatakan bahwa ia orangnya itu bertauhid dengan tauhid yang sempurna. Pernyataan antum gak ada bedanya dengan pernyataan banyak kaum wanita yang mempertontonkan dada dan pahanya, ketika di tegur, mereka berkata yang penting hatinya baik. adakah kalian akan mengatakan bahwa benar tawwa, yang penting hatinya, sementara kita tidak tahu apa isi hati seseorang. Maka ini sungguh adalah bencana.
Para ulama mengatakan, jikalau hatinya baik maka niscaya perbuatannya juga pasti baik. jika iman dalam dadanya benar-benar mentauhidkan Allah Azza wa Jalla niscaya dia tidak akan datang ke dukun atau mengenakan jimat-jimat. Tapi kalian jangan salah paham lagi, dengan mengatakan bahwa salafy menuduh orang yang berbuat dosa besar bukan sebagai orang yang beriman, karena termasuk inti keyakinan salafiyyun ahlus sunnah wal jama’ah adalah tidak mengkafirkan ahli kiblat karena dosa besar yang mereka perbuat, hanya saja dikatakan bahwa imannya lemah atau kurang dan adapun di hari kiamat urusannya terserah kepada Allah Rabbul ‘alamin.

-----------------------------------------
[1] Lihat buku SVJT halaman 19


http://aboeshafiyyah.wordpress.com/

Dialog Dengan JT Bag 8


Dialog Dengan JT : Di Antara Da’wah Adalah Menjelaskan Penyimpangan


JT : salafiyyun memang gak pernah mau kalah ya. saya tanya berapa sudah pecahan salafi dan kalian saling caci antar kalian. Sampai pendiri atau pembawa salafi pertama di negeri ini Al Ustadz ja’far Umar Thalib (semoga Alloh menjaganya) hari ini tak lagi dikatakan salafiyah oleh kalian bahkan kalian menyesatkannya padahal sama-sama memakai Al Qur’an dan hadits.[1]
STI : (bengong)
JT : (senyum-senyum) tuh kan akhirnya takluk juga. Ayolah ngaku aja
STI : (geleng-geleng kepala, dalam hati berpikir, inilah maksudnya ulama, engkau tak akan bisa melawan orang bodoh berdebat, dijelaskan dia gak ngerti)
ana benar-benar gak habis pikir dengan cara pikir antum, yang namanya salafiyyun itu satu, gak pernah berpecah, yang ada adalah orang yang berjalan di atasnya atau menyempal dari manhaj salaf semisal yang antum sebutkan tadi, yaitu Ja’far Umar Thalib –semoga Allah mengembalikannya ke manhaj salaf. Ana heran antum kok gak bisa ngambil pelajaran dari peristiwa ini malah menjadikannya sebagai syubhat dan dalil. Apa antum gak lihat dari peristiwa ini menunjukkan bahwa yang naamanya salafy yang benar-benar berjalan di atas manhaj salaf tidak bisa mentoleransi sedikitpun penyimpangan dalam agama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan akan menjelaskan penyimpangan tersebut, menasehati pelakunya –dan para asatidz yang merupakan murid-murid Ja’far Umar Thalib telah menasehatinya- yang jika tetap membandel di atas penyimpangannya, ya dijauhi agar tidak terjangkiti penyimpangannya, sebab bid’ah itu lebih hebat dari penyakit rabies, walaupun yang menyimpang dan harus dijauhi itu adalah orang-orang yang sebelumnya demikian dihormati.
Semua harakah, kelompok dan umat islam sampaipun kepada yang paling bejat dan sampai ke level kafir seperti Syi’ah Rafidhah pun mengaku memakai Al Qur’an dan Hadits. Makanya di tanya Al Qur’an dan Hadits di atas pemahaman siapa? Jadi ya, dengan tegas salafiyyun katakan kalau Ja’far Umar Thalib telah menyempal dari manhaj salafiyyun ahlus sunnah wal jama’ah, cukuplah ikutnya dia dan pembelaannya terhadap bid’ah dan pelakunya sebagai bukti akan hal itu.
Masih ada pertanyaan soal ini?
JT : Antum kok berani sekali mengatakan Syi’ah1 itu orang kafir, hati-hati nanti hadits yang antum bacakan tadi kena, jangan-jangan antum yang kafir.
STI : Orang yang mengatakan bahwa Syi’ah seperti Khomeidi atau Ahmadi Nejad itu bukan orang kafir tapi orang islam juga maka dialah yang bukan orang islam. Ya dengan tegas saya katakan agama syi’ah adalah agama Kafir.
JT : betul-betul kalian itu para Salafiyyun sangat ekstrim ya.
STI : kalau memang kafir ya bilang kafir. Ana mau tanya apakah masih Islam orang yang mengatakan Abu Bakar dan Umar itu Murtad? Apakah masih islam orang yang meyakini bahwa tidaklah matahari terbit dan tenggelam kecuali setelah meminta izin kepada Ali bin Abi Thalib? Apakah masih muslim orang yang mengatakan Aisyah – istri rasulullah di dunia dan akhirat – itu adalalh pelacur? Kita tidak sedang membahas tentang Syi’ah. Apa antum mengatakan mereka masih muslim?
JT : ya nggak, tapi salafy itu gak punya hikmah dalam berdakwah, terlalu keras, sedikit-sedikit bid’ah, sedikit-sedikit syirik, sedikit-sedikit sesat.


[1]Lihat buku SVJT halaman 67

Dialog Dengan JT : Di Antara Ma’na “Hikmah” Dalam Da’wah


JT : ya nggak, tapi salafy itu gak punya hikmah dalam berdakwah, terlalu keras, sedikit-sedikit bid’ah, sedikit-sedikit syirik, sedikit-sedikit sesat.
STI : ana mau tanya apa sih maksud hikmah menurut JT?
JT : hikmah itu ya lemah lembut dalam berda’wah, disampaikan dengan cara yang lemah lembut.
STI : oo, jadi menurut antum hikmah itu, ada ahli bid’ah mari, ada ahli syirik silahkan, ada tukang takhayyul monggo, ada ahli khurafat jangan diingkari, ada acara bid’ah hadiri. Antum pernah baca kisahnya Ka’ab bin Malik?
JT : pernah.
STI : kalau menurut versi antum apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersikap hikmah menyikapi Ka’ab bin Malik radhiallahu anhu atau tidak?
JT : ya hikmah dunk masak beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak hikmah.
STI : tapi sikap beliau sangat keras, memboikot bahkan tidak mengajak bicara, tidak menjawab salam bahkan disuruh menjauhi istrinya. Jadi dari sini apa makna hikmah?
Ana tanya lagi pernah dengar kisah Ash Shabigh Al Iraqy?
JT : nggak, cerita apa tuh
STI : makanya belajar akhi, mau dengar?
JT : (ngangguk)
STI : maka simak baik-baik
Seorang lelaki dari bani Tamim yang bernama Shabigh datang ke Madinah, ia banyak memiliki kitab, namun sering bertanya-tanya tentang ayat-ayat mutasyabihat. Berita inipun sampai ketelinga Umar bin Khatab, maka beliau mengirim surat kepada Amr bin Ash – Gubernur Mesir- karena saat itu Shabigh sedang berada di Mesir, agar menahan Shabigh dan mengirimnya ke Madinah. Ketika Shabigh datang Umar sudah menyiapkan pelepah kurma, ketika orang itu sudah menemuinya, ia pun duduk. Umar bertanya:”Siapa kamu?” lelaki itu menjawab:” Saya Shabigh”. Umar kemudian berkata:”Saya Umar, hamba Allah”. Umar lalu menghajar lelaki itu dengan pelepah kurma, sampai kepalanya mengeluarkan darah. Kemudian setelah itu diserahkan untuk diobati kemudian dipanggil dan dipukul lagi dengan pelepah kurma, demikian berulang-ulang. Maka Shabigh berkata:”Cukup, wahai amiril Mukminin, jika anda hendak membunuhku maka bunuhlah dengan cara yang baik adapun jika anda hendak mengobatiku maka demi Allah, kini sudah hilang yang selama ini bersarang di kepalaku”, kemudian Shabigh dikembalikan ke kaumnya dan Umar mengirimkan surat kepada Gubernur Iraq pada saat itu –kalau tidak salah Abu Musa Al Asyari- memerintahkan agar kaum muslimin tidak mengajaknya berbicara dengan Shabigh, sampai Shabigh benar-benar sembuh dari ‘penyakit’. Setelah Shabigh benar-benar sembuh dari penyakit suka bertanya-tanya tentang ayat mutasyabihat, maka umar membolehkan kaum muslimin untuk bergaul dengan Shabigh.
Sekarang ana tanya pa menurut antum perbuatan Umar itu Hikmah atau tidak?
JT : itu…itu…itu…
STI : kisah ini shahih dan masyhur dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah tidak sebagaimana kebanyakan kisah-kisah dalam kitab kalian fadhailul a’mal yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Jadi hikmah artinya menempatkan sesuatu pada tempatnya yang tidak bisa dilakukan kecuali dengan ilmu, makanya Allah di namai Al Hakim dan seringnya nama ini digandengkan dengan nama Al ‘Alim karena Dia menempatkan sesuatu pada tempatnya, di beri petunjuk orang yang memang menghendaki dan menempuh jalan untuk mendapatkan petunjuk dan disesatkan orang-orang yang memang menghendaki dan menempuh jalan-jalan kesesatan yang kesemua itu dibangun di atas ilmu Allah yang Maha Luas.
Jadi kalau bid’ah ya bilang bid’ah, syirik ya bilang syirik, khurafat ya bilang khurafat. Agama ini nasehat, masa kita sudah tahu kalau itu adalah racun kita mau biarkan saudara kita meminumnya, dah ditahu kalau itu syirik tapi umat tidak diperingatkan.
Jadi kalian yang mendiamkan da’wah kepada Tauhid, menyuburkan bid’ah dan bergaul dengan tokoh-tokohnya, membela Muhammad Zakariya Al Kandahlawy yang berpemahaman wihdatul wujud – jangan di potong nanti ana kasih bukti dari bukunya sendiri- dan membela tokoh-tokoh bid’ah yang lainlah yang tidak hikmah karena diam bahkan buta akan kebenaran.
Kalian yang juga berda’wah tanpa ilmu itu juga namanya tidak hikmah sebab yang namanya da’wah itu harus dengan ilmu, itu baru namanya hikmah.

Dialog Dengan JT : Mulailah Dengan Tauhid


JT : tapi kan da’wah harus tetap jalan.
STI : kalau misalnya antum kena penyakit katarak yang harus dioperasi apakah antum akan membiarkan dokter yang masih coast mengoperasi antum? Gratis tanpa di bayar.
JT : ana gak ngerti maksud antum apa hubungannya dengan semua ini. Tapi jelas saja ana nggak mau, biar gratis la wong masih coast, ana cari dokter spesialis walaupun harus bayar jutaan.
STI : ya akhi itu urusan dunia, urusan mata yang resikonya hanya buta atau cacat lain yang akan selesai dengan kematian antum gak berani. Lantas gimana antum berani berda’wah tanpa ilmu yang cukup, padahal urusannya cuma surga atau neraka yang justru dimulai setelah kematian. Untuk urusan operasi katarak gak mau ditangani oleh dokter coast padahal dokter loh yang sudah pelajari hal itu bertahun-tahun, bukan sarjana pertanian yang tahunya teori serbuk sari atau bibit unggul. Tapi pas giliran urusan agama, urusan akhirat, urusannya surga dan neraka gak apa-apa baru tobat dari mabuk-mabukan juga bisa berda’wah, ntar belajarnya sambil jalan, yang penting khuruj. Ya akhi apakah ini hikmah namanya? Apakah seseorang bisa jadi dokter atau insinyur atau guru tanpa belajar dulu? Apakah bisa dibenarkan orang yang tidak pernah mendalami ilmu agama kemudian pantas jadi da’i dan dalam sehari bergelar ustadz? Apakah ini yang namanya hikmah. Seorang yang sudah kuliah di IKIP 4 tahun gak lantas jadi guru atau dosen tapi harus ikut tes dulu,  apakah kemudian untuk urusan surga dan neraka, orang bisa seenaknya langsung jadi da’i padahal cara wudhu aja dia gak paham. apakah ini hikmah namanya? Ya akhi’ jadilah orang yang inshaf yang mengerti kemampuan diri sendiri, jangan berlandaskan semangat aja, tapi dengan ilmu.
JT : tapi kan harus ada yang berda’wah
STI : gak ada yang melarang tuan berdakwah, tapi berilmulah dulu sebelum berdakwah. Bukankah kata antum sendiri menukil firman Allah dalam surat Yusuf 108 bahwa berdakwah itu harus dengan hujjah yang nyata , dengan bashirah yang kuat dan mantap, dengan ilmu yang benar bersumber dari Al Qur’an dan Sunnah sesuai pemahaman salaful ummah. Berdakwah itu ada aturannya.
JT : Kami juga berdakwah ada aturannya, manhaj da’wah kami sesuai dengan da’wah para Nabi, dakwah kami adalah amalan anbiya yaitu Dakwah, Ta’lim watta’lim, dzikir ibadat dan khidmat. Coba baca surat Al Jumu’ah ayat 2 dan Ali ‘Imran ayat 164. Manhaj Nabi berdakwah kan hanya mengajak kepada Allah, dan mendatangi manusia, dan tak minta upah dalam berdakwah. Jadi adakah ke tiga ciri manhaj da’wah ini pada kalian??
Justru ketiganya ada di JT tau…[1]
STI : Aturan dakwah itu aturannya harus dari Allah dan Rasul-Nya, adapun dalil antum surat Al Jumu’ah dan Ali ‘Imran tidaklah pada tempatnya berdalil dengan ayat itu. Telah dijelaskan di atas bahwa inti dan tujuan da’wah para Nabi dan Rasul adalah menyeru agar hanya mentauhidkan Allah saja dalam seluruh hal, dalam Rububiyyah, Uluhiyyah maupun Asma wa Shifat-Nya dan yang menjadi titik penekanan da’wah mereka alaihimussalam adalah masalah Uluhiyyah atau Ubudiyyah sebagaimana akan datang dalilnya, sekarang ana tanya adakah da’wah antum akan hal itu? Bahkan kalian lari sejauh-jauhnya karena menurut pandangan antum dan ini terlontar dari mulut-mulut anggota JT bahkan dari yang sudah senior dan bergelar Syaikh bahwa dakwah kepada Tauhid Uluhiyyah akan memecah belah umat dan membuat umat lari. Apakah begini da’wah para Nabi?
Jadi ya, na’am…. apa yang antum sebut itu ada pada da’wah Salafiyyah dan ana gak lihat adanya hal itu di JT terlebih yang pertama. Sebab da’wah para Nabi alaihimussalam adalah mengajak untuk mentauhidkan Allah ‘Azza wa jalla dalam ibadah, menasehati dan menyeru manusia agar meninggalkan kesyirikan. Sekali lagi adakah kalian melakukan itu?


[1]Lihat buku SVJT halaman 32 – 39 dan hal 68

Dialog Dengan JT : Siapa Bilang Salafiyyun Tidak “KHURUJ”?


JT : tapi antum gak datangi manusia untuk mengajak mereka kepada Allah.
STI : siapa bilang, para asatidz salafiyyun keliling negeri bahkan sampai ke luar negeri untuk berda’wah dan mengajak manusia agar mentauhidkan Allah dalam ibadah (tauhid uluhiyyah) dan baru-baru ini selesai daurah di jogja yang dihadiri oleh ulama dari Saudi, Yaman dan Kuwait. Para Asatidzah keliling Indonesia untuk memenuhi undangan mengisi ta’lim. Insya-Allah Al Ustadz Dzulqarnain (baca infonya di www.dzulqarnain.net) dalam waktu dekat ini akan mengisi daurah di Tokyo.
jadi na’am, da’wah harus tetap jalan tapi dengan ilmu dan bashiroh maka serahkanlah kepada ahlinya, adapun kita belajar terlebih dahulu kemudian berda’wah sesuai keilmuan yang dimiliki sebab kalau semua orang boleh berda’wah walaupun tanpa ilmu maka sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya.
Jadi berda’wah sesuai kemampuan dan keilmuan. Ilmui dulu sesuatu kemudian amalkan,kemudian da’wahkan dan bersabarlah di atasnya. Itulah manhaj para Nabi atau menurut istilah antum amalan anbiya yaitu berilmu, beramal, berda’wah dan bersabar di atasnya sebagaimana dijelaskan oleh para ulama ketika menafsirkan surat Al ‘Ash (wal ‘ashri)
Imam Asy-Syafi’i[1]  Rahimahullah Ta’ala, mengatakan :”Seandainya Allah hanya menurunkan surah ini saja sebagai hujjah buat makhluk-Nya, tanpa hujjah lain, sungguh telah cukup surat ini sebagai hujjah bagi mereka”.
Dan ilmu yang paling utama dan yang paling penting adalah mengenal Allah Azza wa Jalla, mengenal islam dan mengenal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mengenal Allah Azza wa Jalla bukan berarti hanya meyakini bahwa Dia ada tapi mengilmui cara beribadah kepada-Nya dengan benar sesuai yang diperintahkan-Nya, yang artinya harus mengetahui makna Laa Ilaha Illallah –jangan dipotong, akan datang nanti insyaAllah bahwa antum gak ngerti atau salah dalam memahami makna Laa Ilaha Illallah- apa-apa yang membatalkannya, mengenal dan mempelajari nama-nama dan sifat-sifat Allah Azza wa Jalla dengan pemahaman yang benar yaitu pemahaman salafush-shalih, mengenal islam dan kesempurnaannya, mengenal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengikuti sunnah-sunnah beliau, pokoknya mengenal agama ini dan masuk ke dalamnya secara kaffah, secara sempurna.
Di atas manhaj inilah, di atas manhaj ilmu dan bashirah, amal, da’wah dan kesabaran inilah para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka (salafiyyun) berjalan. Apakah menurut antum para sahabat – yang telah kalian hina dengan mengatakan tidak semua sahabat ‘alim – tidak mengilmui apa-apa yang saya sebutkan di atas. Cukuplah ucapan kalian di atas bahwa sahabat tidak semuanya ‘alim menunjukkan jauhnya kalian dari ilmu yang syar’i.

JT : kami tidak memaksudkan ucapan itu untuk menghina sahabat, kami semua mengakui keutamaan mereka makanya kami mencoba mengikuti mereka.
STI : Ana mengerti tapi hendaknya kita berhati-hati dalam menggunakan kata dan kalimat untuk mengungkapkan sesuatu sebab kesesatan dan kekufuran itu bisa terjadi hanya dengan kata-kata. Nabi shallallahu ‘alaihi wa salllam bersabda, ”janganlah kalian mencela sahabatku,’ beliau juga bersabda,”jika yang disebut (kesalahan) sahabatku maka tahanlah lidah-lidah kalian.”
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Muadz bin Jabal, “Semoga engkau selamat. Adakah yang menjadikan orang menyungkurkan mukanya (atau ada yang meriwayatkan batang hidungnya) di dalam neraka, selain ucapan lidah-lidah mereka?”
Abu Hurairah radhiallahu anhu,beliau berkata, “Ia telah mengucapkan suatu kalimat yang membinasakan dunia dan akhiratnya.

[1]               Abu Abdillah Muhammad bin Idris bin Al-’Abbas bin ‘Utsman bin Syafi’i Al-Hasyim Al-Quraisy Al-Muthallibi (150-204H – 767-820M) Salah seorang imam Empat. Dilahirkan di Gaza (Palestina) dan meninggal di Cairo. Diantara karya ilmiyahnya Al-Umm, Ar-Risalah dan Al-Musnad

Dialog Dengan JT : Para Utusan Rasulullah Adalah Orang Yang Berilmu


JT : kamipun beramal, berda’wah dan kami adalah orang yang sangat sabar dalam hal itu, kami tinggalkan anak dan istri, kampung halaman untuk berda’wah, kami rela kedinginan, semua itu untuk satu tujuan yaitu menda’wahkan agama Allah Azza wa Jalla.
STI : Imam Al-Bukhari1 Rahimahullah Ta’ala, mengatakan :”Bab Ilmu didahulukan sebelum ucapan dan perbuatan”.
Dalilnya firman Allah Ta’ala.
Maka ketahuilah, sesungguhnya tiada sesembahan (yang Haq) selain Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu”. (Muhammad : 19).
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan terlebih dahulu untuk berilmu (agama) sebelum ucapan dan perbuatan.
Jadi kalian kehilangan atau kurang dalam pondasi yakni ilmu, dan bangunan da’wah kalian itu dibangun di atas pondasi yang rapuh. Agama tidak bisa dibangun di atas semangat saja tapi harus di atas ilmu.
nah sekarang kembali ke masalah radio dan internet yang kata kelompoknya akang bukan sekedar bid’ah tapi Super Bid’ah. Antum dah mengerti tentang bid’ah dan dah tahu tentang kaidah fiqih yang menyatakan bahwa hukum asal semua benda adalah halal sampai ada dalil yang mengharamkannya. Sekarang ana tanya aoakah ada dalil yang mengharammkannya. Dan ana tanya juga jika seandainya di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa salllam dah ada radio dan internet, apakah menurut antum beliau tidak akan menggunakannya sebagai sarana da’wah.
JT : (diam)
STI : yang berikutnya soal jamah da’wah.
Kemudian sekarang tunjukkan kepadaku dalil bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim jamaah da’wah, yang ada adalah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim sahabatnya orang per orang atau sendiri-sendiri, beliau mengutus Ali sendiri, Ibnu Mas’ud sendiri, Muadz sendiri, dan bahkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Mushab bin Umair ke Madinah sendiri. Adapun kalau maksud kalian adalah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus sekumpulan sahabat untuk berperang maka sangat jauh untuk menjadikan dalil bagi model da’wah kalian. Tunjukkan padaku satu dalil bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus sahabatnya secara berjama’ah keliling mesjid sambil bawa kompor dan selimut dalam keadaan mereka buta akan apa yang mau dida’wahkan.
Sepanjang yang ana tahu, hanya dua kali beliau mengutus sahabatnya murni untuk berda’wah, bukan berperang dalam bentuk berkelompok yaitu
Yang Pertama ke kabilah ‘Udhal dan Qarah atas permintaan mereka, tapi ini berakgir tragis ketikaa 10 orang yang diutus di bawah pimpinan ‘Ashim bin Tsabit radhiallahu anhu dikhianati dan 8 orang di bunuh termasuk ‘Ashim bin Tsabit sementara 2 orang lainnya yaitu Khubaib bin ‘Adi dan Zaid bin Ad Datsinah radhiallahu anhuma di tawan dan diserahkan ke kaum quraisy yang kemudian di bunuh oleh mereka.
Yang Kedua yaitu ketika beliau mengutus 70 orang sahabat dari para penghafal qur’an ke daerah Najd atas permintaan Abu Bara’ bin Malik tapi kali inipun berakhir tragis dengan terbunuhnya mereka semua kecuali Ka’b bin Zaid dan ‘Amr bin Umayyah Adh-Dhamry. Rincian kisah ini bisa antum lihat di buku SIRAH NABAWIYYAH terbitan Ash Shaff Media halaman 249 – 252. Kalau antum tidak punya nanti ana pinjami lagi
JT : tuh kan ada dalilnya bolehnya berda’wah secara berkelompok
STI : ntar dulu, orang belum selesai ngomong. Disini pun tidak ada dalil bagi kalian, karena yang diutus oleh mereka adalah para qurrah yang ahli qur’an bukan sembarang orang yang baru masuk islam atau baru kemarin berhenti dari preman pasar. Disana juga tidak ada ketentuan bahwa harus sekian hari, dan mereka diutus untuk mengajarkan agama secara menyeluruh bukan sekedar mengajarkan dan mengajak orang shalat, bahkan yang paling pertama mereka diperintahkan adalah untuk menyeru manusia untuk mentauhidkan Allah dalam ibadah. Dan ternyata mereka pun menghadapi pengkhianatan dan siksaan sementara kalian keluar masuk kampung gak di apa-apain maka sungguh jauh bila mau dibandingkan.
Jadi dari kisah di atas dan ditambah kisah pengutusan Muadz bin Jabal ke Yaman ditarik kesimpulan seorang da’i dalam berda’wah itu harus memiliki beberapa kriteria yaitu :
  1. Berilmu akan apa yang harus dida’wahkannya
  2. Memulai dari yang paling utama kepada yang utama berikutnya yaitu memulai dengaan da’wah kepada mentauhidkan Allah ‘Azza wa Jalla dalam ibadah.
Adakah kriteria di atas pada manhaj da’wah JT, tentang hal ini akan di ulas lebih lanjut nanti?
JT : (Hening berpikir)

-------------------------------------------------------------
[1] Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah Al- Bukhari (194-256H – 810-870M) Seorang Ulama ahli Hadits. Untuk mengumpulkan hadits ia telah menempuh perjalanan yang panjang, mengunjungi Khurasan, Irak, Mesir dan Syam. Kitab-kitab yang disusunnya antara lain Al-Jaami Ash-Shahih (yang lebih dikenal dengan Shahih Bukhari), At-Taarikh, Adh-Dhu’afaa, Khalq Af’aal al-Ibaad. 3.Al-Bukhari dalam Shahih-nya, kitab Al-’ilm, bab.10

--------------------------------------------
http://aboeshafiyyah.wordpress.com/