Dialog Dengan JT : Metode Da’wah Adalah Tauqifiyyah (Berdasarkan Nash)
PENDAHULUAN
بسم الله الرحمن الرحيم
Salah
seorang teman memberi saya buku dengan judul di atas. Pada awalnya
membacanya pun malas. Tapi setelah didesak oleh teman untuk membacanya
karena dia merasa bingung maka ana pun membacanya dan menuliskan tulisan
ini untuk menjadi pembanding sejauh mana kebenaran dan al haq dalam
tulisan tersebut. saya hanyalah seorang dari sekian banyak Shighar Thalibul Ilmu,
yang hanya belajar dari majelis-majelis para asatidz maupun dari
rekaman-rekaman ceramah serta buku-buku yang ditulis oleh para a’immah
atau para asatidz salafiyyun ahlus sunnah wal jama’ah.
Sebelum mengenal da’watul haq
ini saya banyak menghabiskan waktu yang sia-sia, dan saya juga banyak
mengenal kelompok-kelompok da’wah bahkan bergabung dengan sebagiannya
seperti KAMMI, PBB (Pemuda Bulan Bintang), saya juga banyak bergaul
dengan orang-orang IMM bahkan dengan salah seorang aktifisnya yang
berasal dari BIMA, sebelumnya saya juga membaca beberapa buku dari
jama’ah Hizbut Tahrir, yang saya pinjam dari sepupu saya seorang aktifis
HT, yang alhamdulillah sudah bertobat, puncak dari semua itu adalah
saya bergabung dengan firqah paling bejat dan paling najis bernama
Syi’ah (sebagian kesesatan mereka baca di sini).
Kemudian alhamdulillah melalui seorang ikhwan Allah memberi saya
petunjuk ketika ikhwan tersebut mengajak saya untuk ikut ta’lim
salafyiyyun di Mesjid Kampus Unhas. Kemudian setelah itu saya berjumpa
dengan salah seorang teman kuliah yang lebih dulu mengenal da’wah
salafiyyah. Teman tersebut yang bernama Suparman –sekarang menetap di
Ma’had Al Ihsan di Gowa- kemudian memberikan saya rekaman-rekaman
ceramah serta meminjami saya buku-buku yang ditulis oleh para ulama yang
bermanhaj salaf.
Ketika
mendalami manhaj ini, sayapun tidak menemukan di dalamnya kecuali
kebenaran, semuanya diterangkan dengan dalil yang terang dari Al Qur’an
dan As Sunnah yang shahih. Sempat beberapa kali saya merinding bahkan
menangis mengingat masa lalu saya terlebih ketika berjalan bersama
kelompok Syi’ah Raafidhah –semoga Allah melaknat mereka semua. Semoga Allah Azza Wa Jalla
mengampuni saya dan kaum muslimin semuanya dan mengokohkan saya dan
semua ikhwan salafiyyun di atas manhaj ini, serta memberi petunjuk
kepada yang masih asyik melangkah di luar manhajul haq ini.
Berangkat
dari itu semua, didorong oleh kebencian terhaadap bid’ah dan para ahli
dan pembelanya serta sebagai sumbangsih saya sebagi seorang muslim untuk
memberi nasehat dan menjelaskan penyimpangan sejauh keilmuan yang saya
punya. Mungkin ada yang bertanya, bukunya kecil dan tipis tapi kok
bantahannya tebal dan panjang sekali? Sebenarnya saya awalnya hanya
ingin membantahnya dalam tulisan yang singkat, mengingat bahwa Karkun
atau JT sangatlah malas untuk membaca kecuali Fadhailul A’malnya mereka,
tapi melihat bahwa permasalahan tidak bisa diselesaikan dalam jawab
yang singkat maka dengan terpaksa tulisan ini menjadi panjang. Terlebih
lagi niatan menulis ini adalah sebagai nasehat buat kaum muslimin agar
jangan tertipu dengan penampilan dan kepintaran mereka dalam berbicara,
adapun jika ada JT yang membacanya dan rujuk dengan hidayah dari Allai Azza wa Jalla, maka Alhamdulillah itu adalah kebaikan bagi dirinya dan hendaklah dia memuji Allah karenanya.
Semoga Allah menjadikan niat saya menuliskan ini ikhlash sebagai nasehat demi tegaknya agama yang di bawah oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
bersih dari kesyirikan, bid’ah dan seluruh hal yang mengotorinya. Dan
semoga Allah menjadikan niat saya ikhlash karena mengharapkan wajah-Nya
dan semoga tulisan ini menjadi timbangan kebaikan saya di hari tidak
bermanfaat lagi harta dan seluruh anak.
والله أعلم، وصلى الله على نبينا محمد وسلم تسليماً كثيرا.
AGAMA INI TELAH SEMPURNA
Agama yang haq ini telah disempurnakan oleh Allah Ta’ala
dalam segala segi, segala yang dibutuhkan hamba untuk kehidupan dunia
dan akhiratnya telah dijelaskan, sehingga tidak luput satu percakapan
melainkan Islam telah mengaturnya. Allah Ta’ala berfirman :
“Pada
hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian dan telah
kusempurnakan nikmat-Ku bagi kalian dan Aku ridha Islam sebagai agama
kalian.” (Al Maidah : 3)
Al Hafidh Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsir-nya
berkata : “Ini merupakan nikmat Allah yang terbesar bagi ummat ini,
dimana Allah telah menyempurnakan bagi mereka agama mereka sehingga
mereka tidak butuh kepada selain agama Islam dan tidak butuh kepada Nabi
selain Nabi mereka shalawatullahi wasalaamu alaihi. Karena itulah Allah menjadikan Nabi ummat ini (Muhammad shallallahu alahi wasallam, pent.)
sebagai penutup para Nabi dan Allah mengutusnya untuk kalangan manusia
dan jin, maka tidak ada perkara yang haram kecuali apa yang dia
haramkan, dan tidak ada agama kecuali apa yang dia syariatkan. Segala
sesuatu yang dia kabarkan adalah kebenaran dan kejujuran tidak ada
kedustaan padanya dan tidak ada penyuluhan.” (Tafsir Al Quranul Adhim 3/14. Dar Al Ma’rifat)
Pernah datang seorang Yahudi kepada Umar Ibnul Khattab radhiallahu ‘anhu lalu ia berkata : [ Wahai Amirul Mukminin! Seandainya ayat ini : "Pada
hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian dan telah
Kusempurnakan nikmat-Ku bagi kalian dan Aku ridha Islam sebagai agama
kalian." Turun atas kami, niscaya kami akan jadikan hari turunnya ayat tersebut sebagai hari raya. ]
Maka Umar menjawab : “Sesungguhnya aku tahu pada hari apa turun ayat tersebut, ayat ini turun pada hari Arafah bertepatan dengan hari Jum’at.” (Riwayat Bukhari dalam Shahih-nya nomor 45,4407,4606)
Ayat
yang menunjukkan kesempurnaan Islam ini memang patut dibanggakan dan
hari turunnya patut dirayakan sebagai hari besar. Namun kita tidak perlu
membuat-buat hari raya baru karena Allah menurunkannya tepat pada hari
besar yang dirayakan oleh seluruh kaum Muslimin, yaitu hari Arafah dan
hari Jum’at.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagai utusan Allah Ta’ala kepada ummat ini telah menunaikan amanah dan menyampaikan risalah dari Allah dengan sempurna. Maka tidaklah beliau shallallahu alaihi wasallam wafat melainkan beliau telah menjelaskan kepada ummatnya seluruh apa yang mereka butuhkan.
Imam Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata :
“Sungguh
Nabi shallallahu alaihi wasallam berkhutbah dihadapan kami dengan suatu
khutbah yang beliau tidak meninggalkan sedikitpun perkara yang akan
berlangsung sampai hari kiamat kecuali beliau sebutkan ilmunya … .” (Shahih Bukhari nomor 6604)
Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya (juz 4 halaman 2217) dari Abu Zaid Amr bin Akhthab radhiallahu ‘anhu, ia berkata :
“Rasullullah
shallallahu alaihi wasallam shalat Shubuh bersama kami.(Selesai shalat)
beliau naik ke mimbar lalu berkhutbah di hadapan kami hingga tiba waktu
Dhuhur, beliau turun dari mimbar dan shalat Dhuhur. Kemudian beliau
naik lagi ke mimbar lalu berkhutbah di hadapan kami hingga tiba waktu
Ashar, kemudian beliau turun dari mimbar dan shalat Ashar. (Setelah
shalat Ashar) beliau naik ke mimbar lalu mengkhutbahi kami hingga
tenggelam matahari. Dalam khutbah tersebut beliau mengabarkan pada kami
apa yang telah berlangsung dan apa yang akan berlangsung … .”
Tapi
bagi para Tablighi alias pengikut Jama’ah Tabligh – demikian juga
kelompok lainnya – mereka menganggap seakan-akan ada yang kurang dari
apa yang disampaikan oleh Rasulullah sehingga mereka pun membuat-buat
bid’ah yang diantaranya adalah metode da’wah bid’ah yang dilakukan oleh
Jama’ah Tabligh yang kemudian dibela dengan permainan kata-kata.
METODE DA’WAH ADALAH TAUQIFIYYAH
Pada hal 6 – 7 dikatakan oleh si JT (selanjutnya disebut penulis).
“Saya
pernah di Pakistan dan dengar bayan Maulana Jamil yakni jika sesuatu
dijadikan FIDDIEN artinya bukan agama tetapi dijadikan agama padahal tak
ada tuntunannya maka itu bid’ah.
Tetapi
jika LIDDIEN untuk membawa orang kepada agama maka suatu metode
dibolehkan. Misalnya majelis ta’lim yang ada sekarang yang pakai kitab
di zaman sajabat gak ada itu…tapi itu dibolehkan.”
4
bulan, 40 hari, 3 hari hanya metode walaupun kalau mau mencari dalilnya
juga ada, tetapi ia hanya metode untuk bawa orang kepada agama.
Jawaban
1. Apa maksud antum FIDDIEN dan LIDDIEN, kalau maksud antum FIDDIEN adalah bagian dari agama dan LIDDIEN adalah jalan untuk mencapai kepada agama itu maka disitulah kesalahan antum, karena apa yang menjadi sarana untuk menuju kepada agama maka itu juga merupakan bagian dari agama. Sebagaimana sesuatu yang dengannya baru bisa terlaksana kewajiban maka sesuatu itu juga wajib, makanya wudhu itu wajib bagi orang yang ingin shalat.
1. Apa maksud antum FIDDIEN dan LIDDIEN, kalau maksud antum FIDDIEN adalah bagian dari agama dan LIDDIEN adalah jalan untuk mencapai kepada agama itu maka disitulah kesalahan antum, karena apa yang menjadi sarana untuk menuju kepada agama maka itu juga merupakan bagian dari agama. Sebagaimana sesuatu yang dengannya baru bisa terlaksana kewajiban maka sesuatu itu juga wajib, makanya wudhu itu wajib bagi orang yang ingin shalat.
Antum mengatakan bahwa Tetapi jika LIDDIEN untuk membawa orang kepada agama maka suatu metode dibolehkan,
perkataan yang menghukumi boleh atau tidak bolehnya sesuatu dalam agama
atau untuk agama itu juga menjadi bagian dari agama dan penentuan boleh
atau tidaknya atau halal dan haramnya itu menentukan dalil dari al
qur’an dan sunnah yang shahih.
Sekarang
saya tanya kepada antum apa yang antum maksud metode di atas adalah
metode da’wah. Kalau antum menjawab bukan maka jelaskan kepadaku metode
apa yang antum maksud. Tapi kalau yang antum maksud itu adalah metode
da’wah. Maka terangkan kepadaku apakah da’wah itu merupakan ibadah,
niscaya kalian pasti akan menjawan iya bahkan mungkin itu adalah kewajiban besar yang sebanding dengan jihad yang mana ana sepakat dengan antum akan hal itu.
Sekarang saya tanya apakah Allah Azza wa Jalla
mewajibkan sesuatu kemudian Dia tidak menjelaskan cara-cara dan metode
berda’wah sehingga tiap aktivis da’wah semisal antum dan kawan-kawan
antum bisa membuat metode sendiri kemudian berkata.. tetapi ia hanya metode untuk bawa orang kepada agama.
Apakah antum kira Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjelaskan kepada kita tata cara buang air besar, tidur dan makan kemudian beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
tidak menjelaskan kepada kita bagaimana metode berda’wah yang dengan
da’wah itu akan tegak agama ini. Apakah menurut antum Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menuntun kita tentang tata cara Jima kemudian beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
lupa menjelaskan tuntutan berda’wah yang dengannya tersebar agama ini
sehingga tiap orang bisa berbuat seenaknya dalam berda’wah dan kemudian
berkata… ini kan hanya metode.
Apakah kemudian dengan alasan ini kemudian berda’wah dengan nasyid dibolehkan karena itu kan hanya metode. Padahal di zaman nabi yang namanya nyanyian sudah ada tetapi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak
menggunakannya sebagai sarana da’wah bahkan dicap sebagai seruling
syetan, padahal saat itu kaum quraisy sangat suka akan nyanyian, bahkan
menjadikan siulan dan tepuk tangan sebagai ibadah. Apakah kemudian kita
berani mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam kurang kreatif mengemas da’wah karena tidak bisa melihat peluang yang besar dalam metode da’wah.
Maka kesimpulannya metode da’wah adalah tauqify (berdasarkan dalil). Tidak boleh tiap orang seenaknya berijtihad menggunakan metode baru kemudian berkedok ini kan hanya metode karena itu berarti menuduh Allah telah mewajibkan da’wah tapi tidak menjelaskan caranya. Wallahul Musta’an.
Tersirat
dari ucapan antum di atas bahwa metode da’wah bukan bagian dari agama
jadi kalau ada yang mengadakan sebuah metode tidak bisa kita kemudian
mencapnya sebagai bid’ah, dan telah terbantah di atas sekarang jelaskan
kepadaku apakah itu bid’ah. Dan kalau antum telah paham dengan benar
tentang apa itu bid’ah niscaya antum akan tahu bahwa metode kalian
adalah bid’ah. Dan kalau antum ternyata tidak tahu atau menjelaskan
dengan ngawur dan itulah yang tersirat – bahwa antum gak ngerti apa itu
bid’ah – maka sebaiknya antum duduklah di rumah antum membaca kitab Al I’tisham karya Imam Asy Syathibi, tapi
mungkin kalian akan berkata kalau membaca kitab seperti hanya akan
buang-buang waktu sebagimana yang terlontar dari mulut-mulut anggota
kalian.
Allah Azza wa Jalla berfirman :
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya : Kemudian
kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan
(agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa
nafsu orang-orang yang tidak Mengetahui.
Perkataan penulis, Misalnya majelis ta’lim yang ada sekarang yang pakai kitab di zaman sahabat gak ada itu…tapi itu dibolehkan.” Kata siapa di zaman sahabat orang belajar tidak pakai kitab seperti zaman sekarang. JT punya kitab Hayatush-Shahabah tapi buta tentang kehidupan mereka sehingga berani berdusta atas nama mereka. Abdullah ibnu Amr bin Ash radhiallahu anhuma memiliki kitab kumpulan hadits yang beliau bukukan yang dikenal dengan nama As-Shahifah As-Shadiqah kemudian beliau ajarkan kepada murid-muridnya.
Jabir bin Abdillah Al-Anshari juga punya buku kumpulan hadits yang dikenal dengan nama As-Shahifah, demikian juga dengan Hamam bin Munabbih memiliki buku hadits yang dikenal dengan nama As-Shahifah As-Shahihah
Begitulah
orang-orang bahlul alias jahil, memakai permainan kata-kata dengan
sangkaan bahwa orang-orang akan tertipu dan membenarkannya dan malah
menuduh orang lain bodoh. Hanya kepada Allah kita meminta perlindungan
dari kejahiliyaahan [1]
kokohkan dulu singgasanamu
kemudian ukirlah baik-baik.
[1] Lihat permainan kata-katanya yang lain ketika membahas tentang pertanyaan Di Mana Allah.
http://aboeshafiyyah.wordpress.com/
http://aboeshafiyyah.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar